Alhamdulillah, Artikel ini adalah artikel saya yang ke 401 di Kompasiana, dan begitu saya sampai pada artikel ke 400 admin Kompasiana memberi saya tempat sebagai kompasianer pilihan. Itu saya screenshoot lamannya. Semoga saya tidak sombong. Tidak lupa diri dan memompa semangat saya pribadi agar lebih giat menulis dan membuat konten yang bisa menginspirasi. Berikut ngulas diri sendiri, semacam kalaidoskop pribadi saya selama di Kompasiana. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi para kompasianer lainnya agar lebih eksis menulis, buat konten baru dan out of the box, tidak hanya menulis, tapi juga jadi inovator yang karyanya ditulis oleh orang lain.
Puisi adalah kepekaan penghayatan diri.
Sejak SMP, tahun 1987, saya sudah menulis dan paling banyak tulisan saya adalah bergenre puisi. Waktu itu saya kumpulkan dalam sebuah buku dan ditulis tangan. Sayangnya, lemariku arsip dirumah ortu ditahun 2992an, sewaktu saya banyak aktif di kampus, sampai tidak tahu habis dimakan rayap. Dan yang habis buku itu. Kumpulan 600 puisi. Musnah.Â
Puisi adalah cara saya meningkatkan kapasitas kepekaan penghayatan diri. Belakangan saya eksplore kembali kemampuan berpuisi ria di Kompasiana.Â
Munulis puisi itu mudah. Yang sulit adalah kepekaan menerima mood berpuisi. Tanpa mood itu puisi saya hambar.Â
Puisi Bercover FotografiÂ
Saatnya foto bercerita. Foto memang mewakili sejuta kisah yang tak bisa ditulis singkat. Ini salah satu foto karya saya.
![Dokpri foto Eko Irawan kepongpong kosong](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/29/lumii-20201217-083726352-5feab9788ede483493688b52.jpg?t=o&v=770)
Dan perkembangan terakhir, saya cari fotonya dulu, baru nulis puisinya. Â Foto kepompong kosong diatas puisinya belum tayang dikompasiana. Itu cara saya peka situasi, difoto, diolah. Baru kemudian nulis puisinya.
Penulis berinovasiÂ
Awal menulis saya, diawali dengan topik pilihan. Kemudian berita sebuah kegiatan. Apa yang saya tulis itu, diawal tentang sesuatu diluar saya sendiri. Disinilah mood itu kadang Ndak ada. Ide menulis saya timbul tenggelam dan sebuah artikel kadang kehilangan mood dan tak pernah tayang.
Menulis termudah adalah menulis apa yang kamu bisa jangkau. Secara visual bisa kamu lihat. Secara mudah, bisa kamu rasakan. Bukan menulis sesuatu yang kamu tak pernah ikut didalamnya. Seperti tema olah raga. Saya tak pernah mampu menulis tema olah raga, karena saya tidak bisa mendalami tema tsb. Faktor like dan dislike
Penulis, ternyata harus punya inovasi diri. Bisa Hobby, keahlian atau tema lain berdasar passion diri dimana. Pertama yang saya eksplore itu Hobby saya sebagai Reenactor. Hobby dibidang sejarah ini tumbuh hingga dimalang menjadi Museum Reenactor Ngalam. Apresiasi luar biasa sehingga saya dimalang terkenal sebagai penulis metodelogi sejarah ala Reenactor. Saya bisa mendalaminya, karena itu sudah bagian dari Hobby saya. Seperti foto berikutÂ
![Dokpri Reenactor Ngalam dan tamu dari kompasianer Bolang](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/12/29/09-56-36-dsc-0937-01-5bdc5964aeebe13ac352fd43-5feac0568ede481a9d21fcf2.jpeg?t=o&v=770)
Terus kemana saya diluar bulan agustus dan november? Dipaksakan menulis, akan jadi dead post. Ndak ada yang minat baca. Saya sempat down juga jadi penulis bidang ini dan sempat tidak menulis lama di kompasiana. Jujur, saat minim apresiasi, passion menulis juga down juga. Lha saya sadar, saya bukan manusia power.
Kebangkitan saya menulis kembali setelah saya bertemu para start up Kampung Nila Slilir. Dari sejarah ke Ikan nila.Â
Inti dari tulisan ini adalah ayo out off the box yang sudah pakem pada hidupmu sendiri dan temukan passion terbarumu dalam meningkatkan kapasitas menulismu. Takut? Yo jangan berharap punya inovasi baru.Â
Selamat mencoba, semoga menginspirasi
Malang, 29 Desember 2020
Oleh Eko Irawan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI