Mohon tunggu...
EKO RESTIYONO
EKO RESTIYONO Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah mahasiswa dari Stie Widya Dharma yang gemar menulis dan gemar membaca artikel yang saya buat guna memenuhi tugas kuliah dan semoga dapat bermanfaat untuk pembaca apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun pengucapan kata saya mohon maaf karena saya masih dalam proses belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sengketa PT PGN VS Derektorat Jendral Pajak Terkait PPH Pasal 22

23 Juni 2024   21:18 Diperbarui: 24 Juni 2024   15:44 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TUGAS 

STUDI KASUS TENTANG

SENGKETA PT PGN VS DIREKTORAT JENDRAL PAJAK TERKAIT PPH 22 YANG MENYENTUH ANGKA 3 TRILIYUN RUPIAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah

PERPAJAKAN

Disusun Oleh  :

EKO RESTIYONO   (2261201028)

Prodi manajemen

Semester IV (EMPAT)

DOSEN PEMBIMBING

Abdus Salam, S.Ak

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AL-RIF’AIE MALANG

Jl. Raya Ketawang No 2, Krajan Ketawang Gondanglegi - Kab. Malang, Jawa Timur

TAHUN 2024


SENGKETA PT PGN VS DIREKTORAT JENDRAL PAJAK TERKAIT PPH 22 YANG MENYENTUH ANGKA 3 TRILIYUN RUPIAH

  • Pengantar 

Pajak merupakan salah satu instrumen paling penting dalam mengumpulkan pendapatan bagi negara. Salah satu jenis pajak yang dikenal adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPH 22). PPH 22 dikenakan atas penghasilan tertentu yang berasal dari penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak tertentu.

Objek pajak PPH 22 mencakup penjualan barang-barang impor, penjualan barang-barang yang diproduksi dalam negeri oleh pengusaha yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan penjualan jasa oleh orang pribadi atau badan usaha yang bukan wajib pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tarif pajak PPH 22 bervariasi tergantung pada jenis barang atau jasa yang menjadi objek pajak, yang biasanya ditetapkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Subjek pajak PPH 22 adalah pihak yang melakukan penjualan barang atau jasa yang menjadi objek pajak tersebut. Proses pemungutan pajak PPH 22 biasanya dilakukan oleh pihak ketiga yang terlibat dalam transaksi, seperti bank atau lembaga keuangan lainnya. Wajib pajak yang terlibat dalam transaksi yang dikenakan PPH 22 memiliki kewajiban untuk melaporkan pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setiap bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengurangan dan pengembalian pajak PPH 22 dapat diberlakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tertentu, seperti pengurangan tarif pajak berdasarkan perjanjian internasional atau pengembalian pajak atas barang-barang yang diekspor kembali. Namun, pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan PPH 22 dapat berujung pada sanksi berupa denda, pemotongan pajak tambahan, atau bahkan tuntutan pidana terhadap pelanggar pajak.

Dalam konteks kompleksitas pajak modern, pemahaman yang mendalam tentang PPH 22 dan kewajiban perpajakan terkait sangatlah penting. Makalah ini akan menjelaskan secara rinci setiap aspek terkait PPH 22, mulai dari definisi hingga implikasi sanksi, dengan tujuan memberikan pemahaman yang komprehensif bagi pembaca tentang peran dan praktik PPH 22 dalam sistem perpajakan.

  • Kronologi

Pada tahun 2021, terjadi kasus yang melibatkan Direktorat Jendal pajak Kementrian Keuangan dengan salah satu holding BUMN, yaitu PT PGN. Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan kerugian negara Rp. 3.06 Triliyun rupiah yang dilakukan oleh PT PGN. Perselisihan terkait dengan penafsiran PPH pasal 22 antara PT PGN dan Direktorat Jendral Pajak ini akhirnya di putus oleh Mahkamah Agung dan mengharuskan PT PGN harus membayar kepada negara melalui DJP senilai Rp. 3,06 Triliyun.

https://money.kompas.com/read/2021/02/05/141603626/dihukum-bayar-rp-306-triliun-dalam-sengketa-pajak-pgn-minta-dicicil?page=all
https://money.kompas.com/read/2021/02/05/141603626/dihukum-bayar-rp-306-triliun-dalam-sengketa-pajak-pgn-minta-dicicil?page=all

Kasus yang melibatkan PT PGN ini berawal ketika PT PGN melakukan pelaporan pajak kepada DJP sesuai dengan penafsiran yang dilakukan oleh PT PGN itu sendiri. Selanjutnya setelah dilakukan pengecekan dan penyesuaian dengan aturan yang berlaku, kemudian DJP tidak menerima laporan tersebut dan memberikan rincian pembayaran yang seharusnya dibayarkan oleh PT PGN. Namun, PT PGN menolak hal tersebut dengan alasan tidak sesuai dengan nominal yang telah mereka tafsirkan sendiri dan PT PGN melakukan pengajuan Banding melalui pengadilan Pajak. Setelah memalui proses pemeriksaan, Pengadilan Pajak memberikan rincian yang juga berbeda, sehingga 2 pihak yang sedang bersengketa ini melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah diteliti dan melakukan pemeriksaan terhadap 2 pihak tersebut akhirnya Mahkamah Agung memutuskan keputusan final yang harus dilakukan dan di patuhi oleh kedua pihak yang bersengketa dengan keputusan PT PGN harus membayar sejumlah Rp. 3,06 Triliyun.

https://bisnis.tempo.co/read/1420222/sengketa-pajak-rp-306-triliun-pgn-ajukan-cicilan-ke-ditjen-pajak
https://bisnis.tempo.co/read/1420222/sengketa-pajak-rp-306-triliun-pgn-ajukan-cicilan-ke-ditjen-pajak
  • Perkembangan kasus 

Hasilnya, anggota holding BUMN migas ini harus membayar Rp 3,06 triliun kepada DJP sebagai bagian pajak terutang sebagaimana yang disengketakan di pengadilan.

Akhirnya setelah melalui proses yang panjang, PT PGN tetap harus membayarkan pajak PPH pasal 22 ini kepada DJP sebesar Rp. 3,06 Triliyun. Dikarenakan angka yang terlalu besar ini, PT PGn melakukan negosiasi untuk bisa melakukan pembayaran dengan cara dicicil atau bertahap.

  • Upaya Pemerintah 

Setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa PGN harus membayar pajak sebesar Rp 3,06 triliun, PGN mengajukan permohonan untuk membayar kewajiban tersebut secara cicilan. Hal ini dilakukan agar kondisi arus kas perusahaan tetap stabil dan tidak terganggu secara signifikan

Selain itu, PGN berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung sebagai bagian dari upaya hukum yang masih tersedia untuk mereka. Upaya ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang keputusan hukum yang telah diambil, dengan harapan bisa mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan bagi Perusahaan

Di sisi lain, pemerintah melalui DJP memastikan bahwa upaya penagihan dilakukan dengan mempertimbangkan situasi finansial perusahaan dan upaya hukum yang masih berjalan. Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan sistem pengawasan dan transparansi dalam pelaporan pajak, serta memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau dan mengevaluasi transaksi perpajakan secara real-time guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan

  • Tanggapan / Kesimpulan

Berkaca dari kasus yang terjadi ini, sudah saatnya sistem pengawasan internal di perusahaan dan otoritas pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan ini diperkuat dan diperketat. Penggunaan teknologi informasi juga dapat membantu dalam memantau dan mengevaluasi transaksi perpajakan secara real-time. Selain itu, transparansi dalam pelaporan dan penafsiran peraturan perpajakan juga harus ditingkatkan. Edukasi terkait ketentuan perpajakan juga harus secara masif dilakukan supaya kasus seperti ini sudah tidak lagi terjadi dikemudian hari. Serta ketegasan dalam penegakan hukum juga sangat diperlukan agar setiap wajib pajak bisa melakukan pembayaran pajak secara tepat dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun