Kasus yang melibatkan PT PGN ini berawal ketika PT PGN melakukan pelaporan pajak kepada DJP sesuai dengan penafsiran yang dilakukan oleh PT PGN itu sendiri. Selanjutnya setelah dilakukan pengecekan dan penyesuaian dengan aturan yang berlaku, kemudian DJP tidak menerima laporan tersebut dan memberikan rincian pembayaran yang seharusnya dibayarkan oleh PT PGN. Namun, PT PGN menolak hal tersebut dengan alasan tidak sesuai dengan nominal yang telah mereka tafsirkan sendiri dan PT PGN melakukan pengajuan Banding melalui pengadilan Pajak. Setelah memalui proses pemeriksaan, Pengadilan Pajak memberikan rincian yang juga berbeda, sehingga 2 pihak yang sedang bersengketa ini melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah diteliti dan melakukan pemeriksaan terhadap 2 pihak tersebut akhirnya Mahkamah Agung memutuskan keputusan final yang harus dilakukan dan di patuhi oleh kedua pihak yang bersengketa dengan keputusan PT PGN harus membayar sejumlah Rp. 3,06 Triliyun.
- Perkembangan kasusÂ
Hasilnya, anggota holding BUMN migas ini harus membayar Rp 3,06 triliun kepada DJP sebagai bagian pajak terutang sebagaimana yang disengketakan di pengadilan.
Akhirnya setelah melalui proses yang panjang, PT PGN tetap harus membayarkan pajak PPH pasal 22 ini kepada DJP sebesar Rp. 3,06 Triliyun. Dikarenakan angka yang terlalu besar ini, PT PGn melakukan negosiasi untuk bisa melakukan pembayaran dengan cara dicicil atau bertahap.
- Upaya PemerintahÂ
Setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa PGN harus membayar pajak sebesar Rp 3,06 triliun, PGN mengajukan permohonan untuk membayar kewajiban tersebut secara cicilan. Hal ini dilakukan agar kondisi arus kas perusahaan tetap stabil dan tidak terganggu secara signifikan
Selain itu, PGN berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung sebagai bagian dari upaya hukum yang masih tersedia untuk mereka. Upaya ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang keputusan hukum yang telah diambil, dengan harapan bisa mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan bagi Perusahaan
Di sisi lain, pemerintah melalui DJP memastikan bahwa upaya penagihan dilakukan dengan mempertimbangkan situasi finansial perusahaan dan upaya hukum yang masih berjalan. Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan sistem pengawasan dan transparansi dalam pelaporan pajak, serta memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau dan mengevaluasi transaksi perpajakan secara real-time guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan
- Tanggapan / Kesimpulan
Berkaca dari kasus yang terjadi ini, sudah saatnya sistem pengawasan internal di perusahaan dan otoritas pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan ini diperkuat dan diperketat. Penggunaan teknologi informasi juga dapat membantu dalam memantau dan mengevaluasi transaksi perpajakan secara real-time. Selain itu, transparansi dalam pelaporan dan penafsiran peraturan perpajakan juga harus ditingkatkan. Edukasi terkait ketentuan perpajakan juga harus secara masif dilakukan supaya kasus seperti ini sudah tidak lagi terjadi dikemudian hari. Serta ketegasan dalam penegakan hukum juga sangat diperlukan agar setiap wajib pajak bisa melakukan pembayaran pajak secara tepat dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Sumber:
- https://money.kompas.com/read/2021/02/05/141603626/dihukum-bayar-rp-306-triliun-dalam-sengketa-pajak-pgn-minta-dicicil?page=all
- https://bisnis.tempo.co/read/1420222/sengketa-pajak-rp-306-triliun-pgn-ajukan-cicilan-ke-ditjen-pajak
- https://www.cnbcindonesia.com/news/20210104134655-8-213328/sengketa-pajak-pgn-tembus-rp-306-triliun
- https://kumparan.com/kumparanbisnis/pgn-kalah-gugatan-dengan-ditjen-pajak-wajib-bayar-rp-3-06-triliun-1uuaSJ6SYhB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H