Mohon tunggu...
Eko Setyo Budi
Eko Setyo Budi Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan PNS

Suka traveling, kuliner, baca buku/menulis dan jogging..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Solusi Mengurai Kemacetan Kawasan Puncak Bogor

21 September 2024   13:19 Diperbarui: 21 September 2024   13:22 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi BRT  dengan seat 20-40 (bus sedang) ideal untuk jalur Kawasan Puncak Bogor  (Sumber: redigest.web.id)

Dari istilah tersebut dua point yang penting dipahami yaitu  'maksimum' dan 'jumlah kendaraan' yang sangat menentukan dalam perencanaan rekayasa lalu lintas. Maksimum:  Besarnya kapasitas yang menunjukkan volume maksimum yang dapat ditampung jalan raya pada keadaan lalu-lintas yang bergerak lancer tanpa terputus-putus atau kemacetan serius. Pada kapasitas, kapasitas pelayanan atau tingkat pelayanan jalan dikatakan jauh dari ideal. Jumlah kendaraan: Umumnya kapasitas dinyatakan dalam mobil penumpang per jam, trul dan bus yang bergerak di dalamnya dapat mengurangi kapasitas.

Contoh kapasitas pada elemen-elemen jalan raya modern ialah: Jalan raya 2 lajur, jumlah pada kedua arah, per jam = 2.000 kapasitas dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Misalkan kapasitas jalan raya di Puncak Bogor di desain maksimum 2.000 SMP per jam, namun disaat itu libur panjang terjadi kemacetan karena melebihi kapasitas jalan tersebut. Dengan demikian, tingkat pelayanan (Level of Service) termasuk kategori Tingkat F yaitu mencapai kondisi arus terpaksa (forced flow), kecepatan operasi sangat rendah, volume lebih kecil dari kapasitas, terbentuk antrian panjang. Atau menunjukkan praktis perbandingan v/c sebesar lebih dari 1, artinya volume lalu lintas (v) lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas (c) jalan yang ada, berarti kendaraan terhenti tidak bisa bergerak di segmen jalan itu.

Disamping itu, yang menyebabkan menurunnya kapasitas jalan yaitu parkir kendaraan tepi jalan yang tidak terkendali. Kapasitas persimpangan stagnan, cenderung menurun, misalnya persimpangan terpasang traffic light 'cycle time'nya tidak sekali habis, setelah nyala lampu hijau dibelakangnya masih ada antrian panjang. Oleh karena itu, perlu kajian rekayasa lalu lintas secara menyeluruh untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Angkutan Umum Terbatas

Kota-kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi seperti Jakarta, sangat tergantung pada angkutan umum khususnya untuk perjalanan pergi dan pulang kerja. Tetapi, pada hampir semua kota besar, pemakaian mobil pribadi nampak menonjol. Di daerah pusat kota dengan penduduk di atas 100.000, 72% dari perjalanan kerja dilakukan dengan mobil pribadi. Artinya akan lumpuh jika perjalanan kerja yang dilakukan angkutan umum dialihkan ke mobil pribadi.

Kasus kemacetan di kawasan Puncak Bogor terjadi pada liburan panjang kemarin, nampaknya penyakit kemacetan dikarenakan banyak pengguna mobil pribadi dan angkutan umum tidak memadai lagi. Diluar hari libur pun pada titik-titik tertentu masih ada kemacetan pada jam sibuk (peak hour) dipenuhi mobil pribadi, disisi lain angkutan kota boleh dikatakan kurang diminati oleh calon penumpang. Transportasi umum berbasis angkutan masal menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan di Puncak Bogor. Diharapkan angkutan masal dengan tarif terjangkau, nyaman dan aman untuk menarik calon penumpang dan tidak menggunakan mobil pribadi. Sudah pasti menerapkan angkutan masal banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban memberikan subsidi untuk operasional angkutan umum, diperlukan komitmen yang kuat dan konsisten para pembuat kebijakan publik (Pemerintah dan DPR) untuk mewujudkan pelayanan prima sektor transportasi.

Bagaimana cara mengatasi kemacetan?

Saya pikir pihak yang berkompeten di bidang transportasi sudah memiliki perencaanan dalam mengatasi kemacetan kawasan Puncak Bogor, baik itu untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang. Penyiapan anggaran dapat diperoleh dari APBN/APBD, KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), Pinjaman Jangka Panjang dengan bunga rendah, atau metode pendanaan lainnya tergantung kebijakan Pemerintah.

Dengan demikian, pemerintah dapat membuat skala prioritas mana yang didahulukan pengerjaannya. Karena berkaitan investasi (pendanaan) paling realitis untuk jangka pendek dapat dilakukan melalui APBN dan ABPD. Sedangkan untuk jangka menengah dan jangka panjang  memungkinkan investasi dengan sistem KPBU atau Hutang Jangka Panjang bunga rendah, yang terlebih dahulu dilakukan 'feasibility study' untuk kelayakan sebuah proyek.  

Untuk jangka pendek, pemerintah dapat memprioritaskan dengan cara:

Meningkatkan Kapasitas Jalan dan Rekayasa Lalu Lintas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun