Mencari Solusi Mengurai Kemacetan Kawasan Puncak BogorÂ
Oleh: Eko Setyo Budi
Puncak Bogor, Jawa Barat, menjadi salah satu destinasi wisata yang kerap dikunjungi masyarakat bila libur panjang tiba. Namun, tingginya animo bikin arus lalu lintas menuju kawasan tersebut padat, bahkan belum lama ini kemacetan terjadi hingga sekira 10 jam. Jalur Puncak menghubungkan antara Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Cianjur membentang sekitar 22,7 kilometer, lebarnya rata-rata 7 meter.
Pada liburan panjang, saya yakin sudah merencanakan memilih waktunya yang tepat. Namun, tetap saja disaat perjalanan kadang ditemui kemacetan mau sampai obyek wisata. Parahnya disaat pulang, waktunya hampir bersamaan dengan yang lain keluar dari obyek wisata, seperti yang terjadi di kawasan Puncak Bogor, Â kemarin.
Masalah klasik kemacaten kawasan Puncak Bogor pada saat week end sudah dianggap biasa. Itu pun sudah tahu situasi lalu lintas akan ada kemacetan, tetap saja berlibur ke Puncak Bogor. Bedanya pada saat liburan panjang kemarin terjadi lonjakan pengunjung luar biasa. Â Mungkin diperkirakan kenaikan volume lalu lintas tiga kali lipat dari biasanya, sehingga terjadi kemacetan sangat parah hampir sepanjang jalan.
Untuk mengetahui lebih komprehensif apa yang  menyebabkan kemacetan lalu lintas, ada beberapa fator diantaranya adalah: Â
Kapasitas Jalan TerbatasÂ
Definisi umum kapasitas jalan adalah kapasitas suatu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang melewati kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu atau kedua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum.
Definisi kapasitas jalan ini tidak lepas dengan istilah maksimum (maximum), jumlah kendaraan (Number of Vehicle), kemungkinan yang layak (Reasonable expectation), satu arah versus dua arah (One direction versus two direction), periode waktu tertentu (A given time periode), kondisi jalan dan lalulintas yang umum (Prevailing roadway and traffic condition).
Dari istilah tersebut dua point yang penting dipahami yaitu  'maksimum' dan 'jumlah kendaraan' yang sangat menentukan dalam perencanaan rekayasa lalu lintas. Maksimum:  Besarnya kapasitas yang menunjukkan volume maksimum yang dapat ditampung jalan raya pada keadaan lalu-lintas yang bergerak lancer tanpa terputus-putus atau kemacetan serius. Pada kapasitas, kapasitas pelayanan atau tingkat pelayanan jalan dikatakan jauh dari ideal. Jumlah kendaraan: Umumnya kapasitas dinyatakan dalam mobil penumpang per jam, trul dan bus yang bergerak di dalamnya dapat mengurangi kapasitas.
Contoh kapasitas pada elemen-elemen jalan raya modern ialah: Jalan raya 2 lajur, jumlah pada kedua arah, per jam = 2.000 kapasitas dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Misalkan kapasitas jalan raya di Puncak Bogor di desain maksimum 2.000 SMP per jam, namun disaat itu libur panjang terjadi kemacetan karena melebihi kapasitas jalan tersebut. Dengan demikian, tingkat pelayanan (Level of Service) termasuk kategori Tingkat F yaitu mencapai kondisi arus terpaksa (forced flow), kecepatan operasi sangat rendah, volume lebih kecil dari kapasitas, terbentuk antrian panjang. Atau menunjukkan praktis perbandingan v/c sebesar lebih dari 1, artinya volume lalu lintas (v) lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas (c) jalan yang ada, berarti kendaraan terhenti tidak bisa bergerak di segmen jalan itu.
Disamping itu, yang menyebabkan menurunnya kapasitas jalan yaitu parkir kendaraan tepi jalan yang tidak terkendali. Kapasitas persimpangan stagnan, cenderung menurun, misalnya persimpangan terpasang traffic light 'cycle time'nya tidak sekali habis, setelah nyala lampu hijau dibelakangnya masih ada antrian panjang. Oleh karena itu, perlu kajian rekayasa lalu lintas secara menyeluruh untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
Angkutan Umum Terbatas
Kota-kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi seperti Jakarta, sangat tergantung pada angkutan umum khususnya untuk perjalanan pergi dan pulang kerja. Tetapi, pada hampir semua kota besar, pemakaian mobil pribadi nampak menonjol. Di daerah pusat kota dengan penduduk di atas 100.000, 72% dari perjalanan kerja dilakukan dengan mobil pribadi. Artinya akan lumpuh jika perjalanan kerja yang dilakukan angkutan umum dialihkan ke mobil pribadi.
Kasus kemacetan di kawasan Puncak Bogor terjadi pada liburan panjang kemarin, nampaknya penyakit kemacetan dikarenakan banyak pengguna mobil pribadi dan angkutan umum tidak memadai lagi. Diluar hari libur pun pada titik-titik tertentu masih ada kemacetan pada jam sibuk (peak hour) dipenuhi mobil pribadi, disisi lain angkutan kota boleh dikatakan kurang diminati oleh calon penumpang. Transportasi umum berbasis angkutan masal menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan di Puncak Bogor. Diharapkan angkutan masal dengan tarif terjangkau, nyaman dan aman untuk menarik calon penumpang dan tidak menggunakan mobil pribadi. Sudah pasti menerapkan angkutan masal banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi oleh pemerintah. Pemerintah berkewajiban memberikan subsidi untuk operasional angkutan umum, diperlukan komitmen yang kuat dan konsisten para pembuat kebijakan publik (Pemerintah dan DPR) untuk mewujudkan pelayanan prima sektor transportasi.
Bagaimana cara mengatasi kemacetan?
Saya pikir pihak yang berkompeten di bidang transportasi sudah memiliki perencaanan dalam mengatasi kemacetan kawasan Puncak Bogor, baik itu untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang. Penyiapan anggaran dapat diperoleh dari APBN/APBD, KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), Pinjaman Jangka Panjang dengan bunga rendah, atau metode pendanaan lainnya tergantung kebijakan Pemerintah.
Dengan demikian, pemerintah dapat membuat skala prioritas mana yang didahulukan pengerjaannya. Karena berkaitan investasi (pendanaan) paling realitis untuk jangka pendek dapat dilakukan melalui APBN dan ABPD. Sedangkan untuk jangka menengah dan jangka panjang  memungkinkan investasi dengan sistem KPBU atau Hutang Jangka Panjang bunga rendah, yang terlebih dahulu dilakukan 'feasibility study' untuk kelayakan sebuah proyek. Â
Untuk jangka pendek, pemerintah dapat memprioritaskan dengan cara:
Meningkatkan Kapasitas Jalan dan Rekayasa Lalu LintasÂ
Lebar jalan yang ada 7 meter (2 jalur, dua arah) dapat ditingkatkan menjadi menjadi 14 meter (4 lajur, dua arah) pada segmen jalan tertentu yang sering menimbulkan kemacetan. Jadi, dilakukan secara bertahap sesuai dengan anggaran yang ada.
Prioritas pada persimpangan jalan (Simpang Empat) yang sudah mencapai titik jenuh segera diadakan perbaikan, misalnya melebarkan pada kaki simpang empat walaupun sudah terpasang bundaran atau traffic light. Bila pengaturan arus lalu dengan 'traffic light' sudah mencapai titik jenuh maka dapat dipertimbangankan dengan membangun 'fly over' atau 'under pass'.
Menyediakan fasilitas parkir 'off street' pada tempat keramaian, sehingga kendaaran tidak meluber parkir ditepi jalan dengan memasang rambu larangan parkir.
Mobil barang dibatasi yang masuk kawasan Puncak Bogor dengan cara melarang masuk pada jam-jam tertentu misalnya hari Sabtu, Minggu dan Libur dilarang masuk pukul 06.00 s.d. pukul 18.00 WIB, dan mobil pribadi dibatasi yang masuk kawasan Puncak dengan sistem plat nomor ganjil-genap.
Menerapkan Public Transport Berbasis Angkutan Masal
Untuk menerapkan Public Transport berbasis Angkutan Masal dapat dilakukan pada jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Pemilihan moda  'Angkutan Masal' tergantung mana yang diproriataskan didasarkan pada hasil 'feasibility study' dan ketersedian anggaran. Misalnya untuk jangka pendek atau jangka menengah, pilihan angkutan umum yang memungkinkan menggunakan moda BRT (Bus Rapit Transit), dan di dukung dengan Suttle Bus sebagai feeder didalam kawasan Puncak Bogor.
Sedangkan untuk jangka panjang dapat diprogramkan dengan menggunakan moda LRT (Light Rapit Transit) dari Kota Bogor sampai Puncak. Seperti diketahui rute LRT Jabodebek belum sampai Kota Bogor.
Menlansir dari situs kompas.com, menyebutkan Kementrian Perhubungan menyebutkan pembangunan LRT Jabodebek sampai Bogor, Jawa Barat tidak dilakukan tahun ini. Juru bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, sebab saat ini Kemenhub masih melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS) kelanjutan proyek LRT Jabodebek. Adita juga masih belum dapat memastikan kapan FS tersebut akan selesai dikerjakan. Oleh karenanya, proyek yang akan melengkapi rute LRT Jabodebek ini kemungkinan  akan digarap pada pemerintahan baru. "Ya (tidak dibangun mulai tahun ini). Tetapi tergantung dari pemerintahan yang baru ya," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/6/2024)
LRT Bakal Melalui Terminal Tipe A Baranangsiang
Sebagai informasi, Pembangunan LRT Jabodebek termasuk perpanjangan jalur ke Bogor  telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres Nomor 49 tahun 2017).  Menurut Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, dengan dasar hukum  yang telah ada maka pemerintah yang baru, hanya perlu mengkaji trase atau jalur yang akan dilewati LRT Jabodebek.
"Kelanjutan LRT (Jabodebek sampai Bogor) itu juga distudikan ya, karena itu kan masih berlanjut di perpresnya ya untuk di pembangunan itu, tetapi kita studi trasenya ke arah Bogornya," ujarnya, Jakarta (7/12/2023). Rizal menyebut, pada kajian awal  terdapat beberapa opsi terkait trase LRT Jabodebek sampai Bogor ini, yaitu dekat terminal Bus Baranangsiang, kawasan Ciawi, dan Tanah Baru. Namun terakhir, pilihan trase cenderung jatuh ke opsi pertama, yaitu rutenya dekat Terminal Tipe A Baranangsiang. Â
Wacana Menggunakan Kereta Gantung
Melansir dari situs pikiranrakyat.com, menyebutkan Direktur Pengembangan Destinasi Kemenparekraf Sri Utari Widyastuti menuturkan, saat ini pihaknya tengah melakukan kerja sama dengan salah satu perguruan tinggi di Indonesia untuk membuat sebuah alat bantu yang bisa mengukur kapasitas tempat wisata. Dengan adanya alat bantu tersebut, calon wisatawan bisa mendapatkan informasi destinasi.
Sri juga berujar, Kemenparekraf bakal segera bertemu dengan pihak terkait dalam pengembangan kereta gantung di Puncak Bogor. "Solusi lain untuk cable car (kereta gantung) untuk di daerah Puncak ini kami sudah sedang jajaki juga, dan insya Allah minggu depan ini kami akan berkoordinasi dengan mitra terkait dan juga para stakeholders," ujarnya. Sebetulnya, dua tahun lalu, Menparekraf Sandiaga Uno jug sudah mewacanakan pembuatan kereta gantung sebagai salah satu opsi transportasi menuju Puncak untuk menyelesaikan kemacetan (Irwan Suherman, 20 September 2024)
Daftar Pustaka
Clark H. Oglesby, R. Gari Hicks, 1988. Teknik Jalan Raya, Jilid 1. Penerbit Arilangga, Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H