Hubungan pekerjaan sewajarnya dibangun profesional. Sederhananya taat 'kontrak'. Datang, bekerja dan pulang sesuai aturan. Semacam mesin, kita di-set detail aktivitasnya.
Jika mengacu pada prinsip itu, setiap permintaan di luar setting mesin kita adalah gangguan. Pelanggaran terhadap profesionalisme. Rasanya panggilan di luar jam kerja adalah pelanggaran terhadap kontrak profesional kerja.
Kamu semestinya tidak disibukkan pekerjaan kantor di luar jam kerja. Waktu itu semestinya bebas kamu manfaatkan buat apa saja. Seperti istirahat, bercengkrama dengan keluarga atau sekedar menyalurkan hobby.
Namun, ada saja jenis pekerjaan yang menuntut anda harus selalu siap siaga kapan pun. Rata-rata pekerjaan yang terkait dengan kemanusiaan dan anda satu-satu yang siap pada saat force major.
Pekerjaan yang kalau anda tidak melakukannya mungkin akan mengancam nyawa orang. Seperti dokter dan bidan, meskipun memang bisa saja menolak. Tapi, itu seringkali bukan karena di luar jam kerja. Lebih kepada kesiapan secara fasilitas dan diagnosa berdasarkan keahliannya.
Bagi kita-kita yang pekerjaannya tidak penting-penting amat mestinya bisa menolak. Karena tidak akan terlalu besar pengaruhnya, biasanya bisa dikerjakan esok harinya. Paling loyalitas pribadi kita dipertanyakan pimpinan yang kadang tidak mau tau soal hak-hak pegawainya.
Soal menolak pekerjaan di luar jam kerja itu gampang saja. Kamu tinggal tidak merespon pesan yang disampaikan kantor. Pun dengan melakukan trik-trik pendahuluan.
Kamu bisa memasang semacam isyarat profil "don't distrub" di profil WA atau media perpesanan yang biasa dipakai jejaring kantor. Pun bisa melakukan dengan memasang tag line "tidak menerima pekerjaan di luar jam kerja".
Bagi pimpinan/rekan kerja yang kadang buta isyarat. Kamu bisa mendiskusikannya secara langsung kepada mereka. Katakan kamu tidak bisa diganggu di luar jam kerja. Ancam saja untuk resign jika dipaksa.
Itu pun kalau kamu merasa tidak butuh-butuh amat pekerjaannya atau jika kamu merasa bisa mendapatkan pekerjaan lain atau tidak mentolerir pelanggaran hak-hak pribadimu. Jangan lupa pesangon!
Tapi, perlu juga dicatat notif di luar jam kantor tidak melulu eksploitasi atas hak-hak pribadimu. Dalam beberapa kasus, sepanjang hari kamu bisa santai di kantor melakukan pekerjaan pribadimu. Tapi, tiba-tiba order dari klien justru datang di last minute.
Nah, rasanya tidak adil juga. Kalau di kantor kamu bisa melakukan pekerjaan pribadi. Tapi, kantor sesekali tidak bisa meminta waktu pribadimu.
Tapi kalau mau jujur, apakah kita punya posisi tawar menolak pekerjaan di luar jam kerja? Beberapa pegawai mungkin berani dan memang itu haknya.
Tapi, dalam dunia kerja tidak sedikit pegawai menolak melakukannya. Jangankan menolak pekerjaan di luar waktu kerja normal. Bahkan untuk sekedar pulang mendahului atasan saja tidak berani.
Dunia kerja terkadang tidak melulu soal melakukan kontrak kerja. Tapi, bagaimana melakukan sisi-sisi 'manusiawinya'. Seperti memberi kesan kapan pun siap jika dibutuhkan atasan.
Jika kamu tidak melakukannya. Orang lain akan melakukannya. Coba perhatikan lingkaran terdekat pimpinan anda, apakah mereka melakukannya? Atau jangan-jangan mereka menjadi orang dekat pimpinan anda justru karena melakukannya.
Itulah dunia kerja, beberapa orang yang melakukan pekerjaannya secara profesional sesuai kontrak. Kadang kalah sama orang yang bahkan biasa-biasa saja tapi ada saat dibutuhkan.
Kata boss saya dulu, "saya tidak butuh orang pintar tapi saya butuh orang yang ada saat dibutuhkan!"
Kalau sudah seperti itu apakah kita akan mencari-cari alasan untuk menolak notif di luar jam kerja?
Sejujurnya, meskipun rasanya tidak fair. Mungkin untuk semacam refleksi saja, siapa sih yang butuh pekerjaan? Benar dua-duanya saling membutuhkan. Tapi, jika dua-duanya memilih berpisah, siapa yang paling sulit untuk mendapatkan 'mitra' lagi?
Dunia kerja tidak melulu soal profesional. Ada saja sisi "manusianya", kita memang dibatasi sifat manusia kita, ruang yang kita tempati dan waktu yang kita jalani. Sederhananya, ada kalanya mesin mengalami gangguan.
Gangguan itu mengakibatkan pekerjaan tidak bisa dilakukan dengan pola yang normal. Termasuk notif di luar jam kerja. Jadi, tidak perlulah diatur sebegitu rigid. Toh, di Indonesia sudah ada UU Ketenagakerjaan dan Serikat Buruh untuk menghindari eksploitasi.
Sebaiknya memang selain dibangun atas dasar profesionalisme. Perlu juga menekankan sisi manusianya dalam hal yang positif dan saling menghargai.
Pimpinan/pengusaha menempatkan pekerja sebagai manusia yang punya kehidupan di luar pekekerjaannya. Tapi, pekerja juga harus memiliki rasa kepemilikan terhadap perusahaan tempat bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H