Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Guci yang Pecah, Mari Kita Satukan Kembali

10 November 2022   23:36 Diperbarui: 10 November 2022   23:46 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Anna Tarazevich: 

Tidak baik-baik saja tak berarti kamu benar-benar kehilangan bentuk.

Kamu masih bisa memperbaiki hidupmu yang sudah telanjur hancur. Bagaimana caranya?

Guci yang Pecah, Mari Kita Satukan

Filosofi ini sebenarnya berakar dari budaya Jepang. Di Jepang terdapat seni memperbaiki keramik atau tembikar. Mereka menyebutnya Kintsugi. Kata 'kin' yang artinya 'emas' dan 'tsugi' yang bermakna 'penggabungan'.  

Pada akhir Abad ke-14, di masa periode Muromachi, seorang shogun (pejabat militer) Jepang, Ashikaga Yoshimitsu, berniat membetulkan cangkir tehnya yang pecah dengan mengirimkannya ke Tiongkok. Akan tetapi, saat dikembalikan lagi, cangkir tehnya malah terlihat jelek karena direkatkan menggunakan staples logam.

Maka Ashikaga Yoshimitsu pun meminta para pengrajinnya memperbaiki cangkir teh itu kembali. Tanpa disangka mereka akhirnya menemukan metode unik dalam memperbaiki cangkir tersebut. Mereka tidak berupaya menyembunyikan bekas pecahan yang ada, tetapi justru memperlihatkan bagian pecahan itu sehingga tampak lebih estetik dan menarik.

Pecahan cangkir itu rupanya telah disatukan menggunakan logam mulia, yakni emas cair, perak cair, dan pernis yang dicampurkan dengan bubuk emas. Bagian retakan yang disatukan itu kemudian membentuk pola-pola indah; dengan tampilan baru: yang lebih estetik dan bernilai guna tinggi.

Seperti guci yang pecah, mari kita satukan seluruh pecahan-pecahan hidup kita dengan segenap ketabahan dan penerimaaan diri yang utuh. Mari kita rangkul ketidaksempurnaan dan kekurangan yang kita miliki menjadi kekuatan dan keindahan dari hidup kita. 

Mulailah mengakui kegagalan, kehancuran, dan kekurangan yang ada, dan menerima mereka sebagai bagian dari hidup kita, sehingga mereka kelak menjadi kekuatan kita agar lebih tegar dalam mengarungi waktu.

Kita masih punya harapan meskipun saat ini mungkin belum ada cahaya. Sebab cahaya itu hanya akan muncul saat kita menyibak kabut tebal tepat di hadapan kita sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun