Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Guci yang Pecah, Mari Kita Satukan Kembali

10 November 2022   23:36 Diperbarui: 10 November 2022   23:46 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Anna Tarazevich: 

Peringatan! Tulisan ini akan membahas tentang kecemasan dan depresi. Bagi para penderita yang belum sepenuhnya tenang, pertimbangkan untuk membaca tulisan ini di lain waktu. Atau membaca langsung ke bagian akhir.


Bagaimana rasanya saat baru saja terbangun di pagi hari yang terpikir olehmu pertama kali adalah kematian? Kamu memikirkan kematian sejak semalam. Duniamu telah lama berubah sempit. Rasanya seperti kehidupanmu sudah runtuh dan akan segera selesai. Tidak ada lagi hal-hal yang menggairahkan. Tidak ada lagi hal-hal yang menyenangkan, kecuali tersisa kehampaan yang sulit dijelaskan.

Entah sejak kapan kamu berpikir bahwa tak ada hal-hal yang menyenangkan lagi di dunia ini. Hobimu perlahan terbengkalai. Pekerjaanmu perlahan tak tersentuh. Pikiranmu kusut dan rumit. Sementara di dalam dada, detak-detak itu makin cepat, kehilangan ritme teratur seperti hari-hari sebelumnya. Kau cemas. Semua yang ada di hadapanmu nyaris membuatmu cemas. Ini kacau!

Akhir-akhir ini kau jadi berpikir makin jauh. Kau memikirkan makna hidupmu, peran hidupmu, dan semua yang dulu tidak kamu terlalu pedulikan. Kemudian muncul kesimpulan bahwa hidupmu sesungguhnya tidak ada artinya. Selama ini kamulah yang memberi peran dan makna itu. Sekarang kamu tidak menganggap peran dan makna itu penting lagi.

Kehidupan ini absurd. Suatu hari kau akan mati. Segala pencapaian, mulai dari prestasi, posisi, harta yang digenggam, kekasih didekap dalam pelukan, dan keluarga tersayang, semua itu bukan hal yang akan lama dimiliki. Itu bisa hilang dalam sekejap. Secepat kesadaranmu melenyap. Mengapa aku mampu melangkah begitu optimis bertahun-tahun terakhir, pikirmu khawatir, lalu bagaimana aku bebas dari siksaan hari ini?

Orang lain melihatmu begitu tenang bagaikan air di kolam tak berpenghuni. Jika ada tayangan menyenangkan, kamu menanggapi dengan membuat-buat tawa gembira seolah hari itu kamu tak punya masalah apa-apa. Jika seseorang berbagi masalah padamu, kamu mendengarkan antusias dan memberikan solusi yang sangat realistis.

Tampaknya, kamu manusia paling jernih dan masuk akal yang mereka temui. Setelah berterima kasih atas sesi curhat, mereka segera berkata padamu, "Dengar, Kawan. Terima kasih sudah membantuku. Kalau kamu punya masalah, aku juga siap mendengarkanmu. Jangan sungkan berbagi."

Tapi kamu malah membalas dengan enteng, "Aku baik-baik saja. Tidak ada masalah berat yang kulalui." Kalimat itu seperti mantra yang kamu ucapkan pada semua orang yang mencoba memberimu telinga. Padahal, di lubuk hatimu yang paling dalam, sebenarnya kamu tenggelam di kolam itu dan kakimu hampir mencapai dasar yang paling gelap.

Bagian dasar adalah tempat luluk dan tanaman air penjebak berkumpul. Sebentar lagi mereka mengikat dan menarik kakimu. Kau tidak akan lama lagi!

Tanganmu menggapai-gapai meminta pertolongan. Tapi di dunia nyata, orang-orang melihat kamu memang tampak biasa saja, kecuali kamu sering kedapatan melamun atau terkadang agak malas. Namun, di sisi lain, mereka melihatmu masih mampu mengerjakan beberapa hal dengan benar. Seolah tak ada beban yang memberati dirimu.

Beberapa minggu yang lalu, kamu masih rutin membuka laman media sosial. Harapanmu adalah menemukan hiburan di sana. Sesuatu yang membuatmu bisa tertawa riang. Tertawa yang benar-benar lepas. Namun, alih-alih terhibur, kamu sepanjang waktu hanya menggulir-gulir postingan orang-orang yang pernah kamu kenal dan orang asing tak berkesudahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun