Mohon tunggu...
Eki Butman Piliang
Eki Butman Piliang Mohon Tunggu... Konsultan - Anak Bustami

Laiden is Lijden

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjemput Suara Masyarakat Mentawai

8 September 2020   14:20 Diperbarui: 8 September 2020   14:38 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu dalam negara demokrasi di Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan pada konstitusi.

Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.

Dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dapat dipahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.

Sebagai syarat utama dari terciptanya sebuah tatanan demokrasi secara universal, pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government).

Karena dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga legislatif.

Guna mewujudkan keterwakilan tersebut, penting dilakukan pendidikan politik kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada diwilayah kepulauan Mentawai yang masih terbatas dengan akses komunikasi, informasi dan transportasi.

Wilayah kepulauan Mentawai yang memanjang dibagian paling barat pulau Sumatera dan dikelilingi oleh Samudera Hindia, memiliki luas wilayah 6.011,35 km2 dengan 10 kecamatan dan sekitar 43 desa dan separoh dari wilayahnya adalah lautan atau perairan.

Dari jumlah penduduk Mentawai sebesar 85.348 jiwa. Pada pelaksanaan Pilkada kabupaten Mentawai tahun 2017, jumlah hak pilih masyarakat sebesar 53.724, yang menggunakan hak pilih sebesar 42.104 (78.4 %).

Berdasarkan hasil Pilkada tersebut, maka masih ada sekitar 21,6 % warga mentawai yang tidak menyalurkan hak meraka sebagai pemilih. Alasan mereka sangatlah sederhana, yaitu kertebatasan informasi dan transportasi.

Bercermin pada data dan persoalan diatas, dengan kondisi geografis dan akses transportasi maupun komunikasi yang susah antar desa maupun dusun, ditambah dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang rendah akan menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara Pemilu dalam mengtasi persoalan tersebut sehingga mewujutkan keterwakilan masyarakat di pelaksanaan pemilu nantinya.

Didalam negara demokrasi, pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya suatu daerah adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh daerah tersebut.

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat. Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat adalah dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin daerah melalui mekanisme yang dinamakan dengan pemilihan umum.

Jadi pemilihan umum adalah sarana untuk menyampaikan suara masyarakat, untuk itu sauara masyarakat di kepulauan terpencil harus dijemput agar terciptanya demokrasi yang seutuhnya dikepulauan daerah Mentawai.

Memang selama ini berbagai kelompok masyarakat, partai politik, aparatur sipil Negara maupun perorangan telah memulai menjemput aspirasi masyarakat sampai kedaerah-daerah terpencil.

Namun apakah telah sesuai dengan semangat, tujuan dan asas dari pemilu itu sendiri, Terkait dengan pentingnya menjemput suara masyarakat dalam proses demokratisasi di daerah Mentawai, maka penting bagi semua yang termasuk kedalam komponen kepemiluan untuk menyatukan tekat dan kesepahaman sesaui dengan undang-undang no. 7 tahun 2017.

Pada tingkat aktor politik, kepentingan elite politik dan kepentingan partai yang bersifat jangka pendek masih mendominasi arah transisi demokrasi di wilayah mentawau. Semua ini tentu saja berdampak pada tertundanya kembali konsolidasi demokrasi.

Seperti dikemukakan oleh Larry Diamond (1999), konsolidasi demokrasi tidak cukup hanya dengan terselenggaranya pemilu secara prosedural, melainkan juga melembaganya komitmen demokrasi pada partai-partai dan parlemen yang dihasilkannya.

Dengan begitu transisi demokrasi masih akan berlangsung dalam tarik-menarik kepentingan pribadi, partai dan kelompok, sehingga cenderung mengarah pada pelestarian status quo politik ketimbang menuju suatu demokrasi yang lebih baik serta pemerintahan yang bersih dan lebih bertanggung jawab.

Permasalahan-permasalahan diatas hanya bisa diatasi atau diminimalisir apabilah Penyelenggara Pemilu mampu menyatukan kesepahaman dengan Aparatur Sipil Negara, Aparat Keamanan, Partai Politik atau Tim Sukses sama-sama mengawal kegiatan ini dan berkomitmen mewujudkan hak pilih masyarakat terpencil sesuai denga aturan dan peraturan yang berlaku.

Kalau kesepahaman telah terbentuk dan dalam pelaksanaannya saling mengingatkan dan mengawasi. Untuk mewujudkannya landasan hukumnya sudah jelas, ada undang-undang yang mengatur (UU Pemilu no.7 tahun 2017), kalau semua berpedoman pada kitab yang telah ditentukan, maka harapan untuk keterwakilan seluruh pemilih yang mempunyai hak pilih dengan sendirinya akan terwujudkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun