Mbok Nah
"Bu ... kerupuk!"
'Hujan begini. Siapa yang berteriak menawarkan kerupuk? Sepertinya, sumber suara ada di pintu samping,' pikir Laras.
Dengan malas, ia sibak selimut tebal yang menutupi tubuh. Wanita berjilbab nude itu mendekati sumber suara dan membuka pintu dengan langkah gontai.
"Kerupuk, Bu!" Mbok Ginah---penjual kerupuk langganan Laras---tersenyum sambil mengangkat seplastik kerupuk yang ia pegang. Bajunya basah. Topi caping yang ia kenakan juga mengalirkan tetes-tetas air.
"Ya Allah, Mbok. Masuk ... masuk," ujar Laras mempersilakan wanita berusia 85 tahun itu ke dalam.
"Maaf, ya, Bu. Ganggu," ujar Mbok Nah sungkan sambil membungkukkan badan.
"Enggak, Mbok. Nggak Ganggu. Ayo, masuk." Laras mempersilakan wanita berhidung bangir itu untuk duduk di kursi ruang tengah. Tanpa meminta persetujuannya, ia bergegas ke belakang, menyiapkan segelas kopi panas.
"Kok hujan-hujanan, Mbok?" tanya wanita bergamis ungu itu sembari meletakkan kopi di hadapannya. "Diminum, Mbok. Habis ini, makan, ya."
Mbok Ginah menggeleng, kemudian meminum kopi yang Laras siapkan.
"Kenyang, Bu. Walau nggak makan, kalau udah ngopi, Mbok kenyang," ujarnya.