Mohon tunggu...
Eka yulianti
Eka yulianti Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ibu yang ingin mempunyai jejak kebaikan dengan umur panjang

Menulis, mengamati orang lain, dan mengambil hikmah dari keduanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mbok Nah

1 November 2022   05:51 Diperbarui: 1 November 2022   05:53 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untuk memenuhi kebutuhan harian, Mbok Nah memutuskan untuk berdagang sayur keliling, tepatnya menjualkan sayuran hasil panen para tetangga. Sembari berjualan, ia membawa kedua anaknya ikut serta. Tak jarang, ia membawa tiga sekaligus. Sementara si bayi, ia titipkan kepada tetangga. Hidup jauh dari keluarga, menjadi tantangan tersendiri buat Mbok Nah.

Beruntung, saat itu sepeda sang suami tak dibawa. Jadi, bisa menjadi kendaraan satu-satunya buat Mbok Nah bekerja. Setiap hari, ia pergi pagi dan pulang siang. Sore harinya, ia gunakan untuk membuat kerupuk dari singkong yang tumbuh di samping rumah. Kalau sudah kering, kerupuk-kerupuk itu juga akan ia jajakan bersama sayuran yang ia bawa.

Hari berganti, bulan menyulam tahun. Anak-anak Mbok Nah sudah tumbuh semakin besar. Hidup mereka juga semakin baik. Banyak lelaki yang datang untuk meminang Mbok Nah, tapi tak satupun ia terima. Tekadnya telah bulat. Ia akan fokus membesarkan keempat anak-anaknya.

Sebagai bekal untuk anak-anak, Mbok Nah menitipkan anaknya pada pondok pesantren. Meski tak bisa memberi banyak harta, ia berharap, ilmu yang dititipkan kepada anak-anaknya akan menjadi hal yang bermanfaat kelak.

Hidup penuh perjuangan, nyatanya tak berhenti sampai di situ. Saat Mbok Nah sudah mulai menata kehidupan dengan lebih baik, sang suami pulang membawa madu dan anak-anaknya. Hati Mbok Nah meradang. Namun, ia memutuskan tak ambil pusing dengan kelakuan sang suami. Ia hanya berharap untuk bisa selalu berpikir positif, agar hari-harinya selalu diliputi kebahagiaan. Sebab, ia selalu yakin bahwa kebahagiaan yang ia pancarkan akan memberi pengaruh positif untuk keempat anaknya, juga usahanya.

Ia pun memutuskan untuk meninggalkan rumah, membawa pergi keempat anaknya dan tinggal di subuah gardu ronda. Selanjutnya, perjuangan kembali dimulai.

"Ibu mau beli berapa bungkus?" Pertanyaan Mbok Nah membuyarkan lamunan Laras tentang cerita-cerita masa lalu Mbok Nah.

"Oh, iya, Mbok. Ini yang tiga bungkus, tinggal semua aja."

"Makasih, Bu." Dengan santun, ia menerima pembayaran dari wanita cantik itu dan pamit untuk melanjutkan perjalanan.

"Masih hujan, Mbok. Nggak nunggu reda dulu," cegah Laras.

"Nggak papa, Bu. Hujan air, rahmat," ujar wanita berkebaya lusuh itu sembari tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun