"Iya"
Kuelus perutku yang mulai membuncit karena mengandung anak ketiga kami. Usia pernikahan kami baru menginjak tujuh tahun tapi Tuhan sangat berbaik hati pada kami berdua. Tuhan menitipkan dua malaikat kecil yang kini tengah berlarian berkejaran, dan satu janin yang aktif luar biasa di rahimku.
Ujung-ujungnya kembali suamiku yang mengawasi kedua balita kami, dan meninggalkanku berdiri sendirian disini.
Suamiku adalah orang yang sangat menyayangiku, perhatiannya mampu meluluhkan hatiku. Aku bangga memiliki pasangan hidup yang sholeh seperti dia. Aku bersyukur Tuhan mengirimkan orang sebaik dia dalam kehidupanku.
"Ganes..." kudengar suara memanggilku, sebuah suara yang sangat kukenal. Suara yang dulu selalu kurindukan, suara yang dulu selalu kunantikan.. Aku menoleh ke arah lelaki itu. Tak ada yang berubah dengannya. Parasnya masih seganteng saat bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu. Rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Terakhir bertemu dengannya adalah saat Family Gathering lima tahun yang lalu. Waktu itu anak pertamaku berusia lima bulan dan lelaki itu masih belum menikah.
"Apa kabarnya Mas?" tanyaku basa basi. Tentu saja detak jantungku sering tak beraturan ketika berhadapan dengannya.
"Baik. Kamu gimana?" tanyanya.
"Ya, begini" kataku memaksakan senyum.
"Kamu hamil?" tanyanya.
Aku meringis.
"Wah..." kulihat sekelebat kekesalan di matanya, lalu dia menutupinya dengan senyumnya.