Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kilas Lembayung Bali

14 Desember 2018   10:22 Diperbarui: 17 Desember 2018   15:25 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja yang membuatku tersenyum. 

Senja yang membuatku merindu. 

Senja yang membuat indah kata cinta. 

Senja yang memanjakan hati

Senja dalam balutan kenangan. 

Antara aku dan dirimu. 

====

Kulihat seorang lelaki sedang asyik berselucur melawan ombak pantai Kuta.  Dada bidang dan kulit hitam legamnya tampak mengkilat terkena cahaya matahari. Aku masih mengenalinya, Arya adalah sahabatku saat masih kecil dulu.  Sebelum akhirnya aku dan keluarga kecilku pindah ke Jakarta. 

Sengaja aku memandangnya lama dari kejauhan.  Kikuk,  karena tak tahu apa yang harus kukatakan setelah bepasan tahun tak berjumpa. 

Lelaki itu tak lagi berseluncur dan mulai berjalan menjauhi bibir pantai. Kakinya penuh dengan butiran pasir.  Semakin mempesona melihatnya menenteng papan seluncurnya. 

"Bli Arya" sapaku

Lelaki itu berhenti sejenak,  menatapku, lalu mengeryitkan dahi. 

"Ini mimpi" gumamnya. 

"Tidak Bli,  ini nyata.  Aku Niluh Ayu"

"Niluh,  benarkah itu dirimu? "

Aku mengangguk pelan,  "Mana Bli Putu?"

"Bli Putu sudah meninggalkan dunia,  Niluh"

"Sakitkah?"

Arya mengangguk, "setahun yang lalu,  Putu menderita kanker otak dan sempat dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan sampai akhirnya menghembuskan napas"

"Kapan Bli Putu tiada? "

"Sebulan lalu"

Aku mencoba mencerna kata-kata Arya.  Pijakan kakiku terasa berat.  Aku emmang sengaja kembali ke Bali untuk menemui mereka. 

"Niluh,  are you okay?" tanya Arya. 

Aku mengangguk pelan.  

Bayangan dan kenangan masa kecil kami di pantai Kuta tpak berkelebat di otakku.  Kenangan yang selalu kujadikan semangat agar hariku terasa lebih baik.  Kenangan kehangatan kasih sayang dan persahabatan nan indah.  Aku merindukan Arya dan Putu.  Aku merindukan saat-saat indah bersama mereka. 

"Niluh,  ada yang ingin kutunjukkan padamu"

"Apa? "

"Surat Putu untukmu"

"Untukku?"

"Tidakkah kau kembali ke Bali karena janji itu Niluh"

"Janji apa?"

"Janji akan selalu bersama kami,  janji akan mendampingi Putu"

===

Lima belas tahun yang lalu.

Arya dan Putu mengajakku menikmati senja di pantai Kuta ini.  Kaki kami berselonjor manja diantara butiran pasir putih. Kututup mataku untuk menikmati alunan lembut angin yang membelaiku. 

"Niluh janji ya,  akan kembali lagi ke Bali" kata Putu. 

Aku yang masih menutup mata mengangguk pelan, "aku janji"

"Niluh bukalah matamu" kata Putu. 

Sebuah cincin yang berasal dari untaian batang tipis,  terselip sekuntum bunga kecil warna putih disana. 

"Niluh terima ya hadiah dari Putu" kata Putu seraya tersipu. 

Aku menatap takjub hasil karyanya.  Entah mengapa Bli Putu memang selalu memperhatikanku lebih daripada perhatian Bli Arya. 

"Terimakasih  Bli Putu" kataku. 

Kulihat paras bahagia Putu.  Sejenak kutatap paras Arya pun tersenyum padaku. 

"Maukah Niluh jadi pendampingku saat dewasa nanti? " tanya Putu,  bocah yang saat itu baru berusia enam tahun. 

Aku tersipu. 

===

Teman yang terhanyut arus waktu,  mekar mendewasa. 
Masih kusimpan suara tawa kita
Kembalilah sahabat lawasku semarakkan keheningan lugu. 

Hingga masih bisa kurangkul kalian 
sosok yang mengaliri cawan hidupku. 
Bilakah diriku berucap maaf masa yang tlah kuingkari dan meninggal kanmu
ooo cinta.... 
Andai ada satu cara 
ntuk kembali menatap agung suryamu

lembayung bali.... 

Bait lagu dari Sarasdewi tetiba terngiang di telingaku.  Aku masih mengikuti langkah kaki Arya,  menuju tempat dimana Putu mengumpulkan selurug surat yang tak pernah tersampaikan padaku. 

Ah,  lembayung Bali nan sendu... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun