Rachmad memegang tangan istrinya, menciumi punggung tangannya.
"Adinda, sudikah Adinda menjadi istriku dan..." perkataan Rachmad terpotong begitu saja.
"Dan?" Farida menunggu kelanjutan perkataan suaminya dengan jantung yang berdetak tak tentu. Aneh, berada dekat dengan Rachmad Pradana selalu membuatnya seperti itu. Dirinya tak pernah merasakan debaran tertentu ketika berada dekat dengan lelaki lain. Pun dengan Hamzah, suami pertamanya, yang meninggalkannya untuk selama-lamanya. Semoga Tuhan menerima semua amal kebaikan suami pertamanya. Sesungguhnya Hamzah merupakan sosok yang sholih, suami yang sabar, dan ayah yang bertanggung jawab.
"Dan menjadi ibu dari anak-anakku" Rachmad mengatakan hal tersebut seraya tersipu malu.
"Bukankah Mas Rachmad sudah mengikrarkannya di hadapan Tuhan dua bulan yang lalu?"
"Maksud Adinda dalam ijab kabul pernikahan kita?"
Farida mengangguk, kini giliran Farida yang tampak merona di pipinya.
Rachmad menggigit bibir bawahnya pelan, "Sekali lagi. Adinda sudikah Adinda menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku?"
Farida mengangguk mantap.
Rachmad memeluk erat istrinya, "Terimakasih Adinda. Terimakasih telah menerima lamaranku. Terimakasih telah sudi menikah denganku. Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan di hatiku"
"Terimakasih Mas Rachmad mau menjadi rumah untuk hatiku" balas Farida.