Mohon tunggu...
Eka Sudjono
Eka Sudjono Mohon Tunggu... Pendidik/Guru -

aku seorang guru biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Mau Diperas, Dipenjara 7 Tahun (Cerita Ringan Tentang Totok Ary Prabowo)

26 Oktober 2015   11:52 Diperbarui: 1 November 2015   16:41 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, sebelas tahun yang lalu saya terngiang-ngiang peristiwa 11 tahun lampau. Saat itu Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Temanggung  Tajudin Noor bercerita dan dengan cermat saya mendengarnya. Ceritanya seperti ini ; seminggu di medio Oktober sebelas tahun yang lalu seorang pengurus PBNU di Jakarta menghubunginya, Tajudin mendapat pesan dari koleganya pengurus NU itu bahwa ada pesan dari Ulama Besar/Imam Besar Yaman kepadanya, dan pesan itu harus segera disampaikan kepada "Amir" Temanggung.

###

"Amir" disini adalah Tanfid, yang apabila kita terjemahkan secara sederhana merupakan makna seorang pemimpin. Maka pemimpin di kabupaten Temanggung ketika itu ialah pak Totok Ary Prabowo, Bupati di kabupaten saya tahun 2004 silam. Kembali kepada amanah Imam Besar  dari Hadramaut, Yaman, yang tadi saya tulis diatas. Imam Besar itu menyampaikan pesan kepada Tajudin untuk sesegera mungkin menyampaikan bacaan Dzikir setelah sholat Fardhu kepada pak Bupati. Saya tidak tahu bacaan apa yang diberikan itu, tetapi saat itu memang posisi pak Totok sebagai seorang Bupati sedang diserang lawan politiknya melalui "tangan" aparat hukum di Jawa-Tengah. Teman saya seorang pendidik (guru) mengatakan saat itu, lawan politik pak Totok sedang akan "Nabok nyilih tangan". Artinya kurang lebih memukul lawan dengan meminjam tangan.

###

Sebenarnya pak Totok itu seorang yang lugu dan berhati mulia, banyak mungkin yang tidak tahu karena terseret pemberitaan media yang "miring". Ia memang bukan asli warga Temanggung, namun kedua orangtuanya berasal dari Temanggung. Saya mengamati benar, ia dari keluarga terpandang yang menurut kacamata orang banyak di Temanggung mengatakan tanpa cela. Pak Totok juga orang bijaksana dan cukup adil meskipun hanya satu tahun setengah saja memimpin kabupaten dimana saya tinggal ini. Pak Totok tidak pernah merasa punya musuh, namun kenyataannya banyak yang iri kepadanya. Cerita seorang teman asal Parakan bernama Utoyo mengatakan, sehari setelah terpilih pak Totok mendatangi rumah pribadi ketua DPRD yang tidak lain dan tidak bukan merupakan kompetitornya dalam pilkada Juli 2003 lampau. " Meskipun menang, baru satu hari dengan kerendahan hatinya, Pak Totok mendatangi rumah pak Bambang Karno, ia ingin merangkul pak Bambang"....begitu kata-kata teman saya Utoyo saat itu.

Pak Totok Ary memang seorang Tawadhu', rendah hati. Saat menikahpun titelnya tidak dicantumkan dalam undangan pernikahannya, sebagaimana diceritakan teman guru yang menghadiri pernikahannya. Ia tidak pernah "riya' atau sombong, gemar memberi sodakoh tanpa orang lain harus mengetahuinya, juga sopan kepada orang yang lebih tua. Namun apa hendak dikata,masa depan orang tidak ada yang tahu, takdir Allah juga tidak ada yang tahu, orang sebaik itu harus disingkirkan, di era sebelas tahun yang lalu merupakan era tanpa kontrol, siapa yang kuat pasti menang, meskipun perbuatan itu melanggang Undang-undang. Lucu memang namun nyata, siapa yang bisa membayar oknum aparat hukum, dialah yang menang, meskipun sebenarnya perkara-perkara hukum yang terjadi di Temanggung banyak diplintir oleh aparat-aparat hukum itu sendiri, dengan corongnya wartawan lokal.

###

Dana-dana di DPRD Temanggung

Pada saat itu, 2003, DPRD Temanggung diketuai oleh Bapak M. Bambang Sukarno yang saat ini (2015) bupati di Temanggung. Dalam APBD 2003 saat Bupati Temanggung msih dijabat olah Pak Djon (pak Sardjono almarhum), akan telah dianggarkan dana bantuan untuk seluruh anggota DPRD Temanggung masa bakti 1999-2004. Dana bantuan itu sejumlah Rp.100 juta untuk setiap anggotanya, dan rencanannya akan diberikan dalam 2 tahapan, tahun 2003 dan tahun 2004 dengan 2 kali pambayaran.

Pembayaran pertama dilakukan awal tahun 2003, diberikanlah uang sejumlah Rp. 60 juta kepada 45 orang pimpinan DPRD dan ditulis sebagai "Bantuan dana penjaringan  aspirasi" sebesar Rp.30 juta dan "Bantuan dana partisipasi" yang jumlahnya juga Rp.30 juta. Sedangkan sisanya yang Rp.40 juta akan diberikan di tahun 2004. Jadi pemberian semua dana -dana itu telah direncanakan jauh-jauh hari yaitu ditahun 2002 menurut Sekretaris Dewan DPRD Temanggung  saat itu.

Medio 2003, pak Djon lengser, diganti oleh pak Totok yang tidak mengetahui sama sekali perencanaan dana-dana di DPRD Temanggung. Enam bulan kemudian, dan kekurangan "jatah"nya para anggota dewan yang terhormat itu sebesar Rp40 juta per anggota diberikan dinamai dengan nomenklatur "Bantuan pendidikan untuk purta-putri DPRD".

Sampai disini jelas bahwa dengan akan habis masa jabatan para anggota DPRD di pertengahan 2004, para anggota dewan yang terhormat itulah yang sangat berkepentingan mendapatkan "uang", bukan pejabat pemda seperti  Sekwan, Sekda, atau pejabat penda yang lain apalagi pak Totok yang baru menjabat beberapa bulan saja. Secara akal sehat mana yang berniat mendapatkan uang itu, yang akan lengser atau yang baru saja menjabat ? mohon pembaca menjawab dalam hati saja.

Di kemudian hari, anehnya, pak Totok ditersangkakan oleh oknum aparat Jaksa karena menandatangani APBD 2004. Aneh bin ajaib memang, karena menandatangani hingga anggaran "bantuan pendidikan untuk putra-putri DPRD" itu bisa menjadi anggaran sah di APBD, dan dibayarkan dianggap sebagai perbuatan korupsi. Bukankah menandatangani APBD adalah tugas dan tanggung jawab seluruh Bupati, Walikota, dan Gubernur se-Indonesia ?, sebagaimana juga dilakukan Preside RI dalam menandatangani APBN, dan apabila salah mengapa aparat jaksa tidak mentersangkakan seluruh kepala daerah dan Presiden RI karena menandatangani APBD/APBN.

###

Singkat cerita, Kejari Temanggung "memaafkan", bantuan dana "partisipasi" dan "aspirasi" yang sejumlah Rp. 60 juta per anggota DPRD itu, namun entah setan darimana yang merasuki tubuh jaksa-jaksa yang baru bertugas di Temanggung, dana "bantuan pendidikan" yang Rp40 juta itu dipermasalhkan.

Disinilah ketidak adilan Jaksa. Disatu sisi uang-uang "aprtisipasi" dan "aspirasi" yang jumlahnya lebih besar, yaitu Rp 60 juta tidak dipermasalahkan, tetapi dana yang jumlahnya Rp.40 juta dipermasalahkan, mengapa tidaksemua dipermasalhkan. Jelas hal ini tidak adil dan bukan hanya tebang pilih, tetapi penuh dengan rekayasa hukum.

Pak Totok dan Pak Fatahillah (Wakil Ketua DPRD) dijadikan tersangka, disis lain Pak Sardjono, Pak Bambang Sukarno, Pak Tunggul, anggota DPRD dari fraksi TNI Polri tidak dijadikan tersangka. Ya itulah hukum di kabupaten saya, tidak pernah ditegakkan dengan adil dan trasparan, semuanya direkayasa demi segepok uang. Inilah yang menyakitkan hati semua masyarakat Temanggung hingga saat ini.

###

Kembali lagi di cerita diatas, penerima dana "bantuan pendidikan" DPRD Temanggung, pada tahun 2010-2011 diproses hanya 6 orang saja, sisanya yang 39 orang, termasuk TNI dan Polri" dibebaskan dari perkara. Dagelan bukan, kalau bukan jaksa yang merekayasa ya mungkin saja tidak selucu dan semunafik itu ceritanya.

Dari 39 orang anggota DPRD telah mengembalikan uang yang Rp40 juta tadi, sedang yang 6 orang termasuk Fatahillah baru mencicil dan belum lunas seruluhnya, ada yang baru mengembalikan dan membayar 10 juta, ada yang baru membayar 37 juta, bahkan dari 6 orang itu ada yang baru mengembalikan 5 juta saja. Apapun, sesuai janji jaksa-jaksa di Temanggung ketika itu, apabila para anggota DPRD berkeinginan baik mengembalikan dengan cara mencicil maka akan merubah persoalan hukum dari pidana menjadi perdata,sehingga tidak ada satu mantan anggota DPRD yang akan dijerat hukum pidana korupsi.

Namun janji tinggal janji, harapan hanya harapan,siapa yang percaya janji oknum hukum di jaman sekarang ini ? keenam mantan anggota DPRD menjadi korban tebang pilih, termasuk Wakil Ketua DPRD pak Fatahillah. Lima orang diberkas bersama, seorang Wakil Ketua, Pak Fatahillah diberkas bersama mantan Bupati pak Totok karena menandatangani APBD, sehingga APBD itu sah. Nah lucu memang menadatangani APBD dipidana, kejadian memalukan ini hanya dilakukan oknum jaksa di Kabupaten Temanggung, memalukan sekali.

###

Setelah pak Totok mendapatkan bebas bersyarat, setelah dipenjara 4 tahun- mulai 2005 hingga 2009, maka pak Totok senang karena dalam proses bebas besyarat itu Depkumham cq Lapas Plantungan telah berkirim surat ke Kejaksaan Negeri Temanggung menanyakan apakah ada kasus lain/tanggungan kasus lain atas nama Totok Ary Prabowo, dan di jawab oleh Kajari waktu itu : Tidak ada perkara lain/tanggungan kasus lain atas nama Totok Ary Prabowo. Itulah dasar mengapa Totok tidak mau dipermainkan/diperas oleh oknum Kajari baru.

Kejadiannya kemudian lebih parah lagi, adalah upaya oknum Kepala Kejaksaan Negeri Temanggung (Kajari) yang baru, menyuruh seorang jaksanya menemui pak Totok dan meminta sejumlah uang kepada pak Totok, bukan rahasia umum lagi cerita ini seudah diketahui seluruh masyarakat Temanggung. Karena, mungkin, tidak merasa melakukan kesalahan permintaan uang sebesar Rp.100 juta itu jelas ditolak pak Totok yang berakhir kepada kemarahan Kajari Temanggung dan pemberian status tersangka, terdakwa dan kini terpidana kepada pak Totok.

Karena menolak diperas itulah yang berujung kepada status DPO (dalam Pencarian Orang) kepada pak Totok hingga tahun lalu di medio Julki 2014, pengadilan tipikor mengadili pak Totok secara in absensia, yang artinya tidak dihariri oleh terdakwa. Dan pak Totok diputus hukuman 7 tahun penjara dan dibebani mengganti seluruh uang yang telah dibayarlkan setda kepada 45 orang anggota DPRD sekira 40 juta x 45 orang anggota DPRD. Berat sekali bukan ?. Rupanya dendam jaksa itu luar biasa hebat. Hanya gara-gara menolak diperas, dendam dan amarah seorang kajari berlanjut hingga jaksa koleganya yang lain. Luar biasa bukan buruknya ?

###

Itulah cerita nyata yang terjadi di Kabupaten saya, Kabupaten Temanggung. Untuk renungan kita bersama dan pelajaran bagi kita semua bahwa banyak manusia menyalah gunakan jabatan dan weenangnya. Sebagaimana cerita diatas, seorang jaksa dengan mudahnya mentersangkakan orang lain dengan tidak adil. Apabila semua anggota DPRD dipidana masyarakat masih bisa menerima, tetapi ini hanya 6 orang saja, benar-benar sebuah dagelan hukum, rekayasa murahan oleh orangbernama jaksa.

Dunia ini hanyalah panggung sandiwara, itu nyata. Namun mengapa selagi kita hidup kita tidak bisa bersikap Tawadhu', bukankah ada hari pembalasan di akherat nanti. Marilah sekali lagi kita merenung bahwa semua yang terjadi didunia ini adalah fana, keadilan yang hakikie hanya ada di pengadilan Allah Swt nanti.

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun