Sampai disini jelas bahwa dengan akan habis masa jabatan para anggota DPRD di pertengahan 2004, para anggota dewan yang terhormat itulah yang sangat berkepentingan mendapatkan "uang", bukan pejabat pemda seperti  Sekwan, Sekda, atau pejabat penda yang lain apalagi pak Totok yang baru menjabat beberapa bulan saja. Secara akal sehat mana yang berniat mendapatkan uang itu, yang akan lengser atau yang baru saja menjabat ? mohon pembaca menjawab dalam hati saja.
Di kemudian hari, anehnya, pak Totok ditersangkakan oleh oknum aparat Jaksa karena menandatangani APBD 2004. Aneh bin ajaib memang, karena menandatangani hingga anggaran "bantuan pendidikan untuk putra-putri DPRD" itu bisa menjadi anggaran sah di APBD, dan dibayarkan dianggap sebagai perbuatan korupsi. Bukankah menandatangani APBD adalah tugas dan tanggung jawab seluruh Bupati, Walikota, dan Gubernur se-Indonesia ?, sebagaimana juga dilakukan Preside RI dalam menandatangani APBN, dan apabila salah mengapa aparat jaksa tidak mentersangkakan seluruh kepala daerah dan Presiden RI karena menandatangani APBD/APBN.
###
Singkat cerita, Kejari Temanggung "memaafkan", bantuan dana "partisipasi" dan "aspirasi" yang sejumlah Rp. 60 juta per anggota DPRD itu, namun entah setan darimana yang merasuki tubuh jaksa-jaksa yang baru bertugas di Temanggung, dana "bantuan pendidikan" yang Rp40 juta itu dipermasalhkan.
Disinilah ketidak adilan Jaksa. Disatu sisi uang-uang "aprtisipasi" dan "aspirasi" yang jumlahnya lebih besar, yaitu Rp 60 juta tidak dipermasalahkan, tetapi dana yang jumlahnya Rp.40 juta dipermasalahkan, mengapa tidaksemua dipermasalhkan. Jelas hal ini tidak adil dan bukan hanya tebang pilih, tetapi penuh dengan rekayasa hukum.
Pak Totok dan Pak Fatahillah (Wakil Ketua DPRD) dijadikan tersangka, disis lain Pak Sardjono, Pak Bambang Sukarno, Pak Tunggul, anggota DPRD dari fraksi TNI Polri tidak dijadikan tersangka. Ya itulah hukum di kabupaten saya, tidak pernah ditegakkan dengan adil dan trasparan, semuanya direkayasa demi segepok uang. Inilah yang menyakitkan hati semua masyarakat Temanggung hingga saat ini.
###
Kembali lagi di cerita diatas, penerima dana "bantuan pendidikan" DPRD Temanggung, pada tahun 2010-2011 diproses hanya 6 orang saja, sisanya yang 39 orang, termasuk TNI dan Polri" dibebaskan dari perkara. Dagelan bukan, kalau bukan jaksa yang merekayasa ya mungkin saja tidak selucu dan semunafik itu ceritanya.
Dari 39 orang anggota DPRD telah mengembalikan uang yang Rp40 juta tadi, sedang yang 6 orang termasuk Fatahillah baru mencicil dan belum lunas seruluhnya, ada yang baru mengembalikan dan membayar 10 juta, ada yang baru membayar 37 juta, bahkan dari 6 orang itu ada yang baru mengembalikan 5 juta saja. Apapun, sesuai janji jaksa-jaksa di Temanggung ketika itu, apabila para anggota DPRD berkeinginan baik mengembalikan dengan cara mencicil maka akan merubah persoalan hukum dari pidana menjadi perdata,sehingga tidak ada satu mantan anggota DPRD yang akan dijerat hukum pidana korupsi.
Namun janji tinggal janji, harapan hanya harapan,siapa yang percaya janji oknum hukum di jaman sekarang ini ? keenam mantan anggota DPRD menjadi korban tebang pilih, termasuk Wakil Ketua DPRD pak Fatahillah. Lima orang diberkas bersama, seorang Wakil Ketua, Pak Fatahillah diberkas bersama mantan Bupati pak Totok karena menandatangani APBD, sehingga APBD itu sah. Nah lucu memang menadatangani APBD dipidana, kejadian memalukan ini hanya dilakukan oknum jaksa di Kabupaten Temanggung, memalukan sekali.
###