Ini jadi bukti bahwa begitu sulitnya dan butuh perjuangan dalam penuntasan skripsi. Skirpsi juga menyimpan begitu banyak manfaat. Baik bagi mahasiswa, kampus, hingga lingkungan sekitar.
Bagi mahasiswa, meskipun amat menjengkelkan bukan rahasia umum lagi bahwa dengan skripsi ia telah terlatih cara dan pola pikirnya. Bagaimana menyusun sebuah laporan secara sistematis yang dapat diakui kredibilitasnya.Â
Skripsi juga menjadi rujukkan keilmuwan baru bagi universitas. Selain itu, bagi mahasiswa yang menjalankan skripsinya dengan metode pengembangan dampaknya dapat terasa langsung oleh masyarakat.Â
Tugas Akhir Dilimpahkan Pada Prodi, Bagaimana Menjamin Mutu dan Kualitasnya?
Penyeragaman status kelulusan ditentukan oleh skripsi memiliki pola dan penilaian yang umumnya sama. Tingkat kesulitannya pun tidak jauh berbeda dan cenderung mengarah pada penilaian tertentu yang mirip.
Kini penentuan kelulusan dilimpahkan pada keputusan program studi. Apakah tetap akan menggunakan sistematika seperti menulis skripsi kemudian disidangkan atau menggunakan mekanisme lain.
Sejatinya, menggunakan mekanisme lain pun tidak masalah. Asalkan mutu dan kualitasnya harus mampu bersaing. Terutama pada daerah-daerah tertentu yang memiliki perbedaan karakteristik yang cukup jauh.
Hal ini, perlu diperhatikan agar tidak digampangkan oleh mahasiswa dan menjamin kualitas lulus tetap mampu bersaing dan sesuai dengan kebutuhan industri dunia kerja.Â
Oleh karena itu, tetap diperlukan sebuah tolak ukur jenis tugas akhir apa yang layak dijadikan sebagai syarat kelulusan. Sebab menyusun PPT saja pun bisa dijadikan syarat kelulusan.Â
Harapannya dengan adanya kebijakan ini bukannya menciptakan lulusan yang timpang secara skill. Namun, merdeka belajar, intelektual, dan tentunya tetap berkualitas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H