"Kapan terakhir kita bertemu?"
Aku mengeja pertanyaanmu yang muncul di direct message Instagram kala suatu siang memutuskan untuk menyapamu setelah sembilan tahun tidak bersua atau pun berbagi cerita mengenai banyak hal.Â
Bersyukur hidup di era teknologi memberi kemudahan bagiku menemuimu kembali lewat akun sosial media yang dulu kita tak saling terhubungÂ
-- tapi diam-diam aku mengukir nama sosial media milikmu dalam ingatanku. Menelusuri postingan ketika namamu kerap terlintas di benakku. Barangkali postinganmu adalah jawaban atas keresahanku untuk memberitahu bahwa kau baik-baik saja.
Aku yang tidak baik-baik saja. Rasa sepiku menghadirkan sesak dalam kesunyian malam-malamku mengingat namamu kembali. Pada akhirnya membawaku memberanikan diri menyapamu, memastikan masih adakah sisa kenangan di benakmu tentangku ; tentang kita.
Jemariku gamang mengetik huruf -huruf di keypad ponsel  di antara pikiran yang membeku dan mulut yang kelu. Terpaku cukup lama pada layar ponsel. Ingatanku kembali pada hari-hari yang pernah kita lewati bersama. Sial.Â
Kenangan terkadang adalah senjata yang menyakitkan, menjelma menjadi duri yang tak terlihat. Perih terperosok pada rindu yang tak ada bosannya.
"Entahlah. Seingatkanku kala menghadiri festival film di TIM. 2012 lalu,"
Butuh waktu hitungan menit untuk memutuskan menanggapi pertanyaanmu. Memilih kata yang tepat. Berharap menerima kalimat panjangmu tentang ingatan pertemuan terakhir tersebut.
" Lama juga."