Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membaca dan Perjalanan Membangun Karakter Diri

23 Juli 2024   14:03 Diperbarui: 23 Juli 2024   21:50 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : Membaca bukan sekedar hobi semata ( Sumber gambar : Dokpri)

Ayah adalah orang yang tidak sengaja membawa saya mengenal majalah Bobo. Saya tidak mungkin lupa saat sekolah dasar dulu, menemani ayah mampir ke penjual koran. Saya menemukan majalah anak - anak disana dan meminta ayah untuk membelikannya. 

“Ayah tidak bisa menjamin meninggalkan harta yang banyak untuk kalian, mungkin dengan buku - buku ini, “ celetuk ayah saat melihatku membaca.

Ayah saya bukanlah orang yang menempuh pendidikan tinggi, bukan juga tipe orang yang memberi act of service dengan ragam afirmasi positif. Tapi, terkadang selalu ada celetuk baik tanpa sadar ia ucapkan memberi dampak menyenangkan bagi diri ini. 

Ayah mungkin tidak tahu harga tumpukan buku milik anaknya yang tersebar di setiap sudut rumah. Satu - satunya yang ia tahu, anaknya suka membaca. Dan, kami bersyukur Allah memberikan takdir kepada diri ini memiliki ayah yang memenuhi kebutuhan finansial kami dengan cukup sehingga bisa membeli buku. 

Sebuah kemewahan bagi saya bisa membaca buku dengan bebas tanpa dipenuhi kekhawatiran akan kondisi keuangan. Karena, persoalan utama kebanyakan orang jika berbicara soal buku adalah persoalan uang tanpa mereka sadar dampak sebenarnya dari sebuah buku itu sendiri.

Ilustrasi gambar : Salah satu fasilitas sudut membaca di perpustakaan Taman Ismail Marzuki ( Sumber gambar : Dokpri )
Ilustrasi gambar : Salah satu fasilitas sudut membaca di perpustakaan Taman Ismail Marzuki ( Sumber gambar : Dokpri )

Saya hampir sempat mengeluarkan kata sumpah serapah ke seorang ibu muda yang enggan membeli buku untuk belajar anaknya. Padahal dari segi ekonomi termasuk kelas ekonomi atas karena kerap menghabiskan liburan ke luar kota dan menginap di hotel berbintang -- yang kemudian hari saya sadar, dia belum tersadarkan tentang dampak dari literasi itu sendiri --

“Berapa harganya?” tanya ibu muda tersebut melihat buku belajar membaca dan berhitung.

“Tujuh puluh lima ribu , “ ujar saya. Sebuah harga yang baginya terbilang mahal untuk sebuah buku. Sementara, bagi saya dengan harga segitu termasuk murah untuk buku setebal itu.

Situasinya pada saat itu mommy muda ini meminta saya mengajarkan anaknya membaca dan berhitung. Tentu dibutuhkan buku pegangan sebagai keseriusan yang nantinya juga ia bisa terlibat mengajarkan anaknya dengan buku tersebut. 

Bagi saya, orang tua adalah yang sangat berperan dalam literasi anaknya. Momen ibu saya mengajarkan membaca saat saya belum genap berusia lima tahun sangat melekat dalam ingatan hingga saat ini ; menjadi kenangan indah yang menyenangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun