Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamu, dan Cerita yang Belum Usai

6 Desember 2023   00:58 Diperbarui: 18 Desember 2023   20:56 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dokumen pribadi

Satu bulan sejak kalimat pertanyaan Rei menemani keresahan dalam hari - hariku, kami belum ada bertemu. Pun dengan komunikasi yang terjalin. Aku tidak berani untuk menyapanya selama aku masih bisa menikmati setiap update sosial media Rei.

Hari ini ditengah gempuran pekerjaan yang melelahkan, aku melarikan diri sejenak ke toko buku. menemui sebuah dunia kebebasan tanpa ada gangguan ocehan yang menyebalkan. Sayangnya, pandanganku cukup terganggu saat Rei melintas di sisiku dari arah berlawan. 

Tak ada sapaan. Ia tetap melaju bersama seorang teman yang tidak pernah ku kenal. Bahkan tidak pernah ku lihat dalam story update-an sosial media milik Rei.

Tanpa senyum dan tatapan mata teduhnya. Aku terpaku sejenak menyakinkan apakah aku salah orang. Tidak. Aku tidak mungkin salah, aku tidak mungkin lupa dengan jam tangan yang ia kenakan. Aku tidak mungkin abai dengan wajahnya yang tersimpan di memoriku. 

Rei mengacuhkan senyumku, seolah kita adalah dua orang asing layaknya seperti pengunjung lain yang lalu lalang begitu saja. 

Aku menggigit bibir bawah. Pada sebuah tanya yang mulai menghampiri tentang sikapnya. Dan, tersadar selama ini Rei tidak pernah mengajakku memasuki ruangan pribadi hidup ; ia tidak pernah bicara soal temannya, tidak pernah menghujani dengan cerita keluarganya hingga pekerjaan yang sedang ia lakukan, bahkan ketika kami sama -- sama berstatus mahasiswa.

****

Aku melihatmu tadi di toko buku. 

Sebuah pesan whatsapp kukirim saat aku sampai di kosan dengan kepenatan raga dan pikiran tentang Rei.  

 Tak ada balasannya hingga pagi datang. Terkirim dan tersisa teracuhkan begitu saja. Pagi berganti ke pagi selanjutnya. Begitu berjalan seterusnya sampai aku melihat update story nya ia tidak lagi berada di langit yang sama. Ia bekerja di tempat dimana taklagi bisa di capai dengan Trans Jakarta. Saat malam tiba, di tempatnya pagi baru beranjak. Jarak yang bisa ku raih jika aku tidak lagi memikirkan uang.

Usiaku tidak lagi berada di awal 20 saat pertama kalinya berjumpa dengan Rei. Jika dulu aku kerap menerornya jika tidak membalas isi pesan atau menghujani dengan rengekan untuk segera mengangkat telponku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun