Tadi pagi salah seorang siswaku mengadu, mengatakan kalau salah seorang teman laki- lakinya bernama Nanda di marahi oleh ayahnya karna kemaren terlambat pulang. Katanya ayah si Nanda agak temperamen dan dulu katanya pernah mengikatnya dipohon jambu selama beberapa jam dan tidak diberi makan sampai sore. Ayah yang notabenenya ayah tiri ini sering berlaku kejam terhadap yang bersangkutan.
Kaget, tentu saja , aku yang tak pernah tahu jika anak ini pernah mengalami kekerasan fisik dari orang terdekat, sungguh sangat sedih. Tanpa terasa air mataku ikut meleleh membayangkan tragedi tersebut. Tak pernah terbayangkan jika anak di umur sekian yang harusnya di sayangi dan dilindungi malah mendapatkan kekerasan verbal dari orang yang seharusnya menjaganya.
Untuk memastikan benar tidaknya kejadian tersebut pas jam istirahat ku panggil anak tersebut ke ruang guru. Lalu kutanya perlahan sambil membelai kepalanya, apa iya peristiwa itu pernah dialaminya? Kapan dan bagaimana reaksi ibunya ketika dia diperlakukan begitu.
Jawabannya sungguh membuatku meleleh, dia mengakui jika itu benar tapi udah lama kok buk katanya, waktu adikku baru lahir dan aku juga masih kecil kala itu, belum sekolah katanya dan dia juga pernah digantung kaki keatas dengan kepala ke bawah tapi untung ada pamannya yang melihat dan menolongnya dengan cepat hingga tidak terlalu lama dia menjalani
 hukuman tersebut. Malahan katanya paman itu sempat berantem dengan ayah tirinya karena mau dilapor ke polisi. Tapi itu hanya sebatas ancaman yang tidak pernah di lakukan sekali pun. Maklum lah kehidupan kampung mereka takut berurusan dengan hukum, jadi lebih memilih jalan damai.
Dan kebetulan sekali siang ini ibunya datang menemui saya. Lalu saya tanyalah akan kebenaran masalah tersebut. Dan dia mengakui bahwa itu memang pernah terjadi.
Nauzdubilahimzalik, ibu yang harusnya melindungi anak kala itu masih masa nifas malah menahan hati karna melihat anak dianiaya.
Miris memang jika manusia tak punya iman, sehingga tega berlaku seperti binatang terhadap anak sambung.
Padahal anaknya berprilaku baik dan tidak nakal. Masih dalam batas wajarlah untuk anak seusia dia.
Saya kadang suka kesal sendiri jika dihadapkan pada kasus- kasus kekerasan apalagi terhadap anak dibawah umur.
Mungkin jika kejadian itu terjadi dalam waktu dekat saya akan melaporkan ke pihak berwajib namun sayang ini sudah terjadi begitu lama sehingga tidak ada lagi bukti fisik yang bisa ditunjukkan.
Mungkin bukti visum tidak ada tapi jangan salah, memori anak merekam semua kejadian sadis tersebut. Kadang itu akan jadi momok menakutkan dan mungkin akan terus membekas dihatinya.
Banyak kejadian begini berseliweran dimana- mana bahkan didepan mata kita sendiri namun ketakutan berurusan dengan pihak hukum membuat kita harus memendam sendiri  kenyataan tersebut.
Untunglah kemarahan ayahnya kemaren tidak pakai kekerasan secara fisik jadi hanya sebatas omelan dan cacian tapi saya rasa cukup berpengaruh terhadap mentalnya.
Anaknya pendiam dan tidak suka berulah tapi entah lah kalau dirumah. Kadang saya juga heran dengan orang tua sambung, kenapa saat awal sebelum jadian seolah menerima si anak sepenuh hati tapi saat sudah punya anak lagi  yang anak sambung malah di aniaya.
 Kesal,geram dan sedih bercampur jadi satu dalam dada tapi aku mesti gimana toh ini urusan keluarga mereka dan aku juga gak mau jadi pahlawan kesiangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H