Mungkin bukti visum tidak ada tapi jangan salah, memori anak merekam semua kejadian sadis tersebut. Kadang itu akan jadi momok menakutkan dan mungkin akan terus membekas dihatinya.
Banyak kejadian begini berseliweran dimana- mana bahkan didepan mata kita sendiri namun ketakutan berurusan dengan pihak hukum membuat kita harus memendam sendiri  kenyataan tersebut.
Untunglah kemarahan ayahnya kemaren tidak pakai kekerasan secara fisik jadi hanya sebatas omelan dan cacian tapi saya rasa cukup berpengaruh terhadap mentalnya.
Anaknya pendiam dan tidak suka berulah tapi entah lah kalau dirumah. Kadang saya juga heran dengan orang tua sambung, kenapa saat awal sebelum jadian seolah menerima si anak sepenuh hati tapi saat sudah punya anak lagi  yang anak sambung malah di aniaya.
 Kesal,geram dan sedih bercampur jadi satu dalam dada tapi aku mesti gimana toh ini urusan keluarga mereka dan aku juga gak mau jadi pahlawan kesiangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H