Ina tiba-tiba menangis dengan kencang, sementara saya... yah, masih berjuang menahan sakit.
Kejadian itu bermula dari niat baik. Saya sedang membantu mengobati anak-anak anjing milik paman saya yang terkena virus parvo. Tapi si Kintamani alpha, Chase, jelas tidak suka. Dia pikir saya menyakiti anjing-anjing kecil yang lucu itu. Walaupun mereka bukan anak-anaknya, namun insting untuk melindungi kelompoknya membuatnya langsung menyerang "si pengganggu", yaitu saya.
Dan begitulah, saya pulang dengan luka gigitan, sekaligus perasaan bersalah karena membuat anak saya trauma.
Risiko di Balik Profesi
Kalau dipikir-pikir, ini bukan kali pertama saya digigit. Atau dicakar. Atau---percaya atau tidak---ditendang sapi!
"Dokter hewan kok bisa digigit anjing?" Itu pertanyaan klasik yang sering saya dengar. Teman saya pernah bilang sambil tertawa, "Harusnya pasien nurut dong, masa enggak ada ilmunya?"
Serius, semua pekerjaan ada risikonya.Â
Tukang listrik? Bisa kesetrum.Â
Chef? Tangan keciprat minyak panas.Â
Dokter hewan? Ya... digigit, dicakar, bahkan ditendang sapi!
Kejadian di kandang sapi masih terpatri jelas di kepala saya. Saat itu saya sedang mengambil sampel darah seekor sapi Bali betina seberat 300 kg. Tiba-tiba, dia melompat dan tendangan kaki depannya telak mengenai saya. Hampir saja saya jadi daging giling akibat diinjak-injak sapi Bali.
Sakitnya?Â