Sheila selalu menganggap bandara lebih dari sekadar tempat singgah. Bagi kebanyakan orang, bandara hanyalah tempat menunggu pesawat atau bertemu dengan kerabat.Â
Namun, bagi Sheila, bandara adalah tempat untuk menyaksikan kehidupan dalam segala bentuknya---perpisahan, pertemuan, pelukan, dan air mata.
Setelah berbulan-bulan tenggelam dalam pekerjaannya sebagai freelancer, hari itu ia kembali ke tempat yang selalu membuatnya merasa hidup: Bandara Soekarno-Hatta.
Langkah Sheila terhenti di dekat bangku panjang favoritnya, yang letaknya strategis di samping sebuah pilar besar. Dari sana, ia bisa melihat hampir semua sudut terminal keberangkatan. Ia bisa menyaksikan antrian panjang di konter check-in, roda-roda koper yang berderak di lantai, hingga pelukan penuh emosi yang terjadi di sekitar pintu keberangkatan.
Senyum tipis terukir di bibirnya saat ia duduk, membiarkan dirinya tenggelam dalam suasana yang sudah lama ia rindukan.
"Hai, sudah lama aku tidak melihatmu di sini, Sheila."
Sheila tersenyum lebar mendengar sapaan itu, meski ia tahu hanya dirinya yang bisa mendengarnya.Â
"Kamu tahu nggak, aku tuh kangen banget sama kamu," jawab Sheila pelan, sambil mengedarkan pandangan.
"Entah sudah berapa bulan aku nggak ke sini. Aku merindukan suasana ini, dan tentu saja, aku merindukan bercerita denganmu."
Sheila memandang sekeliling, menikmati pemandangan yang sudah familiar. Suara langkah-langkah cepat orang-orang yang terburu-buru, derit koper yang ditarik tergesa-gesa, dan pengumuman keberangkatan yang menggema melalui speaker bandara semua menyatu menjadi simfoni kehidupan yang menyambut Sheila kembali.