Bagas mengangguk sambil tersenyum. Khaerani segera berlalu, sebelum membantu Mak Lela, gadis itu meminta tolong kepada Maryam untuk menyiapkan makan buat Amir juga membuat minuman dan menyediakan makanan kecil untuk Bagas dan Bimo juga Bidan Annah.
Setelah selesai menyiapkan segala sesuatu untuk persalinan, Khaerani bersama Mak Lela menemani Kharisma di dalam kamar. Terdengar kembali suara erangannya.
Di luar hujan masih turun dengan deras yang terkadang diselingi suara petir, Amir yang telah berganti pakaian nampak duduk meringkuk di kursi di depan televisi, Bagas duduk disampingnya. “Wah, sebentar lagi Amir mau jadi kakak yah. Amir senang tidak?” Amir mengangguk sambil tersenyum. “Amir kepingin punya adik laki-laki atau perempuan?”
“Laki-laki. Biar nanti bisa diajak main bola.”
Bagas tertawa. “Kalau ternyata adiknya perempuan, bagaimana?” Amir terdiam. “Kenapa? Adik laki-laki dan adik perempuan kan sama saja.”
“Tapi kan, kalau perempuan tidak bisa diajak main bola!”
“Kata siapa? Adik perempuan juga bisa diajak main bola.”
“Memang bisa?” Bagas mengangguk sambil tersenyum. “Mas Bagas punya adik?”
“Tidak.” Bagas menggelengkan kepala. “Mas Bagas punyanya kakak, perempuan. Namanya Mbak Ambar.”
“Bisa diajak main bola?” tanya Amir dengan polosnya.
“Bisa. Bahkan Mbak Ambar, kakak Mas Bagas itu lebih jago main bolanya dari Mas Bagas.”