Memperhatikan gejolak pasca pemilu 2024, ternyata banyak pihak-pihak yang melakukan pencucian otak pada masyarakat yang masih awam dalam politik namun mudah terpedaya dengan penggiringan-penggirangan opini sepihak.
Kata-kata kecurangan terstruktur, masif, dan Terencana (TSM) sangat intens dikeluarkan yang lucunya penyebaran-penyebaran tuduhan kecurangan itu justru sangat TSM mereka mainkan.
Turun di laga perpolitikan dengan panggung pemilu, namun banyak dari mereka justru tidak paham bagaimana aturan pemilu diterapkan. Jika pihak yang kalah menuding ada kecurangan dalam pemilu 2024, maka sesuai aturan mereka harus bisa menunjukkan dimana kecurangan itu terjadi disertai bukti-bukti penunjang tuduhannya.
Dan dalam aturannya, jika ada kecurangan maka pihak yang merasa dicurangi bisa menempuh jalur hukum dengan memperkarakannya ke MK. Kecurangan itu soal hukum, sudah sepatutnya diselesaikan pada jalur hukum.
Namun yang terjadi, pihak yang menuduh ada kecurangan dalam pelaksanaan pemilu 2024 ini malah menyasar ke DPR dengan wacana Hak Angket.
Disinilah terlihat adanya penggiringan permasalahan dari soal kecurangan yang menjadi ranah hukum (MK) menjadi ke soal politik (DPR). Penggiringan ini lah yang menjadi pembodohan pada masyarakat dengan menyebarkan informasi yang sesat pada tuduhan kecurangan.
Hak Angket tidak bisa membatalkan hasil pemilu. Bagaimanapun hasil pemilu tetap diputuskan berdasarkan hasil dari KPU.
Akrobat politik 01 dan 03 ini sangat menggelikan. Mereka kalah dalam pemilu namun tidak menerima kekalahan itu, yang sebenarnya mereka mengakui bahwa hitungan form C1 yang mereka miliki pun mengatakan demikian, bahwa suara mereka jauh tertinggal dari 02.
Tuduhan kecurangan yang mereka lontarkan tidak bisa mereka buktikan di ranah MK. Kekesalan yang ada, mereka tumpahkan pada pengajuan Hak Angket dengan dasar memakzulkan Jokowi selaku presiden saat ini yang dituduh berperan dalam memenangkan paslon 02.
Kalau boleh saya ilustrasikan, mereka ini kalah bertanding sepakbola karena murni permainan mereka yang sangat jelek. Mereka sadar permainan mereka sangat jelek, namun rasa sakit hati membuat mereka mencari kambing hitam yang lain.
Masih ingat kasus gagalnya timnas U19 ke semifinal piala AFF U19? Gagal lolos ke semifinal karena kalah Head To Head dengan Thailand dan Vietnam.
Secara permainan memang timnas wajar gagal ke semifinal, karena sangat buruk dalam taktik. Namun pelatih timnas malah mencari kambing hitam lain, yaitu aturan AFF yang disalahkan (Head to head) yang membuat mereka tersingkir. Padahal aturan telah di technical meetingkan bersama jajaran manajer peserta AFF u19 sebelum kejuaraan dimulai.
Akibat pelatih timnas menyalahkan aturan dari AFF, suporter pun menyalahkan AFF dan muncul wacana indonesia harus keluar dari AFF. Wacana yang konyol dan membodohkan diri karena muncul saat timnas memang layak tidak lolos ke semifinal karena permainan mereka yang buruk, bukan perkara aturan AFF.
Yang terjadi pada paslon 01 dan 03 ini persis sama dengan pelatih timnas yang mencari kambing hitam. Karena tidak mampu memenangkan pertandingan, lalu mencari kambing hitam dengan tuduhan kecurangan, lucunya sengketa kecurangan bukan diajukan ke MK, tapi ke DPR dan menyasar Jokowi.
Saya mau ketawa tapi merasa maklum karena umumnya pendukung 01 dan 03 adalah oknum-oknum yang mudah digiring oleh pihak yang mereka puja.
FYI, berhasil atau tidaknya Hak Angket tidak akan merubah hasil KPU. Karena aturannya sudah jelas dituliskan, bahwa keputusan KPU hanya bisa dianulir oleh MK saat tuntutan kecurangan terbukti.
Euforia yang dialami oleh pendukung 01 dan 03 ini adalah euforia yang salah sasaran dan tidak akan merubah nasib mereka sebagai pihak yang kalah dalam pemilu.
Namun apa boleh kata, karena mereka sangat mudah digiring oleh opini2 pembodohan dari para pemain politik. Digiring bak itik yang pulang kandang, terombang ambing bak buih ombak lautan yang menepi.
Statmen orang cerdas ada di barisan 01 dan 03 itu menjadi rancu. Masak ada orang cerdas yang bisa dibodohi?
Mereka pikir bisa merubah hasil KPU, padahal malah mereka mempercepat pelantikan Prabowo-Gibran menjadi pemimpin di Republik ini. Jika Hak Angket yang digulirkan mereka disetujui oleh MK dan MPR merestuinya, maka Jokowi dimakzulkan alias diturunkan. Dengan demikian, maka ada kekosongan kekuasaan atau yang disebut Vacum of power di republik ini.
Dan artinya Prabowo-Gibran bisa segera di lantik sebelum waktunya.
Mereka berpikir demikian gak? Pasti enggak.
Emang lucu liat kelakuan 01 dan 03, maka itu saya menikmati pertunjukan akrobat mereka. Walau terlihat sebagai pecundang, namun cukup menghibur permainan akrobat mereka.
Kasih tepuk tangan atas pertunjukkanya yang lucu.
SB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H