“Baiklah. Tapi aku yang mengatur waktunya. Kalau aku menginginkan tempat ini kau harus menyingkir.”
Dani mengangguk setuju. Gadis itu tersenyum gembira seolah berhasil memenangkan sebuah pernghargaan internasional.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau memanggilku Ca? orang-orang memanggilku Melody.”
“Namamu kan Calista. Aku lebih suka memanggilmu begitu.”
Dikiranya gadis itu akan memprotes seperti sebelumnya namun justru tersenyum dan berkata sebelum benar-benar menghilang dari pandangan,
“Aku juga suka itu”.
Memandang kepergiannya, Dani merasa satu takdir lagi mengikatnya pada gadis periang yang akan sering mengganggu waktu istirahatnya dengan semena-mena menyuruh menyingkir dari goa persembunyiannya.
Beberapa bulan kemudian….
“Kau mau mengusirku lagi? Ini sudah dua kali dalam seminggu. Jatahmu habis”
“Enak saja, minggu lalu aku tak menggunakannya sama sekali. Jadi aku masih punya dua jatah lagi.”
Sejujurnya Dani menikmati saat-saat berdebat dan berdikusi dengan Calista, dia bisa saja terus melawan dengar berbagai argumen. Namun melihat wajah lesu gadis itu membuat Dani tak melanjutkan perdebatannya.
“Kau masih sakit? Wajahmu pucat begitu.”
“Mami memaksaku terus di rumah saja. Aku bosan, tapi ternyata di sekolah juga sama membosankannya.”
Mereka duduk dalam hening beberapa waktu. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Dan, kau jadi mengajukan beasiswa ke RCM*?”