Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2020 diproyeksikan akan mengalami defisit sebesar Rp307,2 triliun atau sebesar 1,76% terhadap PDB (sama seperti defisit RAPBN tahun 2020). Rasio defisit APBN dan defisit keseimbangan primer tahun 2020 merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Berikut adalah grafik yang menunjukkan defisit anggaran Indonesia dari tahun ke tahun.
Dari tahun ke tahun, defisit anggaran negara Indonesia semakin besar. Meskipun sempat mengecil pada tahun 2018 hingga tahun 2019, defisit anggaran kembali membesar pada tahun 2020. Grafik tersebut mengalami tren yang menurun, jadi dapat diprediksikan bahwa kemungkinan besar defisit anggaran Indonesia pada tahun berikutnya akan semakin besar.
Pandemi COVID-19 tiba-tiba hadir dan membawa dampak yang menyebabkan efek domino. APBN 2020 yang telah disusun sebelumnya oleh pemerintah sudah tidak relevan lagi dan memerlukan adanya revisi. Dengan disahkannya Perpu No. 1 Tahun 2020, pemerintah merelaksasi batas defisit 3% dari PDB selama tiga tahun. Perpu tersebut akhirnya disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 yang berlaku hingga Tahun Anggaran 2022. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, "Ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan, bantuan sosial, serta stimulus ekonomi khususnya melalui pengalokasian stimulus fiskal yang besarnya hampir mencapai 4,5% dari PDB". (Selasa 18 Agustus 2020).
Berbekal Perpu No. 1 Tahun 2020 itulah, pada bulan April tahun 2020, pemerintah melalui Perpres No. 54 Tahun 2020 merombak postur dan alokasi APBN 2020 secara signifikan. Pada revisi yang pertama, defisit APBN ditingkatkan dari yang sebelumnya 1.76% terhadap PDB (Rp307 triliun) menjadi 5,07% terhadap PDB (Rp853 triliun). Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan dari dampak COVID-19.
Pada bulan Juni 2020, pemerintah kembali mengeluarkan revisi kedua APBN melalui Perpres No. 72 Tahun 2020. Pada revisi kedua ini, pemerintah kembali melebarkan batas defisit APBN hingga menyentuh angka 6,34% dari PDB. Tingginya angka defisit ini disebabkan oleh menurunnya penerimaan negara dari sisi pajak, bea cukai, dan PNBP, serta meningkatnya belanja yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19. Pelebaran defisit seperti yang dilakukan pemerintah diperlukan karena pendapatan negara, khususnya dari pajak, mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal tersebut juga dilakukan untuk tindakan antisipasi karena ketidakpastian pemulihan perekonomian global dalam beberapa tahun ke depan.
Defisit anggaran merupakan hal yang umum dijumpai di negara berkembang. Terdapat beberapa cara untuk membiayai defisit anggaran baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran.
1. Sisi Penerimaan
- Melakukan pinjaman pada bank dalam negeri. Cara ini akan mendorong terjadinya penciptaan uang sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan meningkat. Akan tetapi jika penawaran tersebut tidak diimbangi dengan penambahan jumlah kuantitas barang maka dapat memicu terjadinya inflasi.
- Melakukan penerbitan obligasi. Penjualan obligasi akan menyerap uang dari masyarakat dan menambah penerimaan negara. Penyerapan uang tersebut akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga berdampak pada penurunan harga.
- Melakukan pinjaman ke luar negeri. Pinjaman tersebut digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan efisien seperti pembangunan sarana dan prasarana ekonomi lalu pembayaran cicilannya dapat diambilkan dari pajak.
- Meningkatkan penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang lebih besar tentunya akan menambah penerimaan negara. Pajak tersebut bisa didapat melalui pajak langsung dan tidak langsung.
- Melakukan pencetakan uang. Hal ini dapat membiayai defisit anggaran negara tetapi juga dapat menyebabkan inflasi.
Negara terkadang lebih memilih melakukan pinjaman ke luar negeri untuk membiayai defisit karena dengan meminjam ke luar negeri, penerimaan pajak dapat diutamakan untuk keperluan yang lebih produktif. Selain itu, pemungutan pajak yang terlalu tinggi juga memberatkan masyarakat dengan pendapatan rendah. Dengan melakukan pinjaman ke luar negeri, pembangunan sarana dan prasarana yang mempunyai dampak positif bagi tumbuhnya investasi swasta akan berakibat pada peningkatan penerimaan pajak.
2. Sisi Pengeluaran
- Pengurangan subsidi. Dilakukan dengan mengurangi pengeluaran pemerintah terhadap subsidi pada barang-barang tertentu.
- Pengurangan pengeluaran rutin ataupun pembangunan. Melakukan penghematan pada pengeluaran yang bersifat rutin maupun pengeluaran pada pembangungan.
- Mengutamakan program yang lebih menguntungkan. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengurangi pengeluaran karena untuk sementara tidak perlu membiayai program-program yang nantinya merugikan pemerintah. Pemerintah juga bisa mendapat pemasukan secara cepat karena mengutamakan program yang lebih efektif, efisien, dan menguntungkan.
Cara-cara tersebutlah yang dapat digunakan pemerintah dalam menanggulangi atau membiayai defisit anggaran. Setiap sistem pemerintahan pasti memiliki ciri khas masing-masing sehingga memiliki cara yang berbeda pula dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Pada masa sekarang, terdapat beberapa strategi pembiayaan yang disiapkan pemerintah untuk menutup defisit anggaran yang membengkak akibat COVID-19. Pertama, pemerintah dapat melakukan pembiayaan melalui sumber internal pemerintah (non utang), seperti pos dana abadi, pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU). Cara selanjutnya adalah pemerintah dapat melakukan pembiayaan defisit anggaran melalui penarikan pinjaman yang merupakan program dari berbagai lembaga bilateral dan multilateral dengan bunga yang relatif lebih rendah. Pemerintah juga dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) pada pasar domestik. Strategi lainnya dalam membiayai defisit anggaran adalah dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Hal tersebut lah yang sekarang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menutup defisit anggaran tahun ini.