Mohon tunggu...
Egi Dana Safira
Egi Dana Safira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan FEB UNS

egidana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Defisit Anggaran Kian Mengkhawatirkan

9 Januari 2021   10:28 Diperbarui: 9 Januari 2021   10:34 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Defisit anggaran dari tahun ke tahun. Sumber: Kemenkeu.go.id)

Indonesia dan seluruh negara di dunia sedang mengalami krisis kesehatan yang memiliki dampak luar biasa ke semua sektor kehidupan baik pendidikan, sosial, hingga perekonomian. Pandemi yang terjadi akibat virus COVID-19 menimbulkan pengaruh yang begitu besar bagi perekonomian semua bangsa. Semua negara berusaha keras agar keadaan dapat kembali seperti semula dengan mencegah penyebaran virus COVID-19 supaya semua aspek dapat terkendali dan berjalan sebagaimana mestinya.

Masalah yang awalnya hanya terjadi pada sektor kesehatan lama-kelamaan merembet sampai-sampai sektor perekonomian juga terkena imbasnya. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa pandemi virus corona telah merusak perekonomian dunia lebih buruk dari apa yang telah diperkirakan sebelumnya. IMF memprediksi output perekonomian pada dunia tahun ini akan menyusut hampir 5% atau lebih buruk 2% daripada yang telah diperkirakan pada bulan April 2020. Pada bulan Juli 2020, IMF menyebutkan bahwa dengan adanya penurunan output maka dunia akan kehilangan output ekonomi sebesar US$12 triliun selama dua tahun. Penurunan tersebut diakibatkan oleh turunnya permintaan masyarakat sebagai konsumen karena diberlakukannya berbagai macam protokol kesehatan seperti karantina wilayah dan protokol jaga jarak dengan sesama untuk menghindari penularan virus tersebut.

Turunnya permintaan masyarakat terjadi karena masyarakat mulai mengurangi konsumsi. Masyarakat mulai mengurangi konsumsi karena mereka menabung untuk berjaga-jaga sebab kondisi masa depan tidak dapat diprediksi apakah lebih baik atau justru sebaliknya. Banyaknya perusahaan yang gulung tikar akibat pandemi juga menyebabkan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga meningkatkan pengangguran dan akhirnya menurunkan pemasukan masyarakat. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia menunjukkan angka 2,9 juta karyawan per Mei 2020.

Jumlah penduduk Indonesia yang terpapar COVID-19 sampai saat ini adalah 751.270 jiwa (1 Januari 2021) dengan jumlah pasien sembuh 617.936 jiwa dan pasien meninggal berjumlah 22.329 jiwa. Akibat adanya peristiwa pandemi ini, beberapa perubahan terjadi dalam perekonomian Indonesia, di antaranya:

  • Harga barang atau bahan pokok seperti sembako semakin tinggi akan tetapi permintaan konsumen semakin rendah.
  • Modal yang telah dikeluarkan perusahaan untuk melakukan proses produksi suatu barang tidak sejalan dengan permintaan konsumen.
  • Para pedagang di pasar konvensional merasakan kerugian yang begitu masif akibat munculnya pandemi. Hal tersebut dikarenakan adanya penerapan protokol kesehatan seperti sosial distancing untuk memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19 sehingga masyarakat lebih memilih untuk berbelanja pada online shop.
  • Selama masa pandemi, konsumen lebih memilih untuk menghemat pengeluaran daripada membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting.

Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro APBN 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai angka 5,3%, nilai tukar Rupiah senilai Rp14.400, inflasi sebesar 3,1%, dan suku bunga SPN sebesar 5,4%. Namun, masuknya virus corona ke Indonesia menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia mengalami resesi selama masa pandemi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan yang cukup signifikan hingga menunjukkan angka minus 5,32% pada triwulan kedua tahun 2020. Hal tersebutlah yang akhirnya berdampak pada munculnya pengangguran dan kemiskinan serta menyebabkan defisit anggaran.

Defisit anggaran adalah selisih antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara sehingga menunjukkan angka negatif. Dengan kata lain, defisit anggaran ialah suatu kondisi di mana penerimaan negara lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran negara. Ketika pemerintah berbelanja lebih banyak daripada yang dikumpulkan lewat pajak maka pemerintah akan mengalami defisit anggaran. Defisit anggaran tersebut nantinya dapat dibiayai dengan meminjam kepada sektor swasta atau pemerintah asing.

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya defisit anggaran, yang pertama ialah defisit terjadi karena adanya pembiayaan pembangunan. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, pembangunan merupakan hal yang lumrah terjadi. Pembangunan harus terus berjalan karena pembangunan bertujuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan terkadang juga dijadikan sebagai lahan investasi tetapi jika tidak sebanding, pengeluaran akan lebih besar daripada pemasukan.

Faktor penyebab defisit anggaran yang kedua adalah daya beli masyarakat yang rendah. Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan permintaan konsumen berkurang sehingga perekonomian akan terhambat. Oleh sebab itu, pemerintah harus memberikan subsidi supaya harga barang lebih terjangkau dan masyarakat dengan penghasilan rendah mampu memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Akan tetapi, pada jangka panjang, pemberian subsidi dapat menyebabkan terjadinya defisit anggaran sebab subsidi dilakukan dengan mengabil kas negara sehingga pengeluaran akan semakin besar.

Penyebab terjadinya defisit anggaran yang ketiga yaitu lemahnya nilai tukar mata uang. Apabila terjadi depresiasi mata uang Rupiah maka utang Indonesia juga akan semakin besar. Hal tersebut dapat terjadi karena saat suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, pinjaman tersebut dihitung menggunakan valuta asing sedangkan saat melakukan pembayaran, pinjaman tersebut dihitung menggunakan mata uang negara peminjam. Oleh sebab itu, saat terjadi depresiasi mata uang negara peminjam maka utang luar negeri akan meningkat.

Faktor yang keempat adalah terjadinya inflasi yang tidak terduga. Beban biaya atas program pemerintah akan ikut naik jika terjadi inflasi, padahal anggaran atas program-program tersebut telah ditetapkan sebelum terjadinya inflasi. Mau tidak mau, pemerintah harus merevisi APBN dan harus mengeluarkan kas yang lebih besar untuk membiayai program tersebut.

Faktor yang terakhir ialah realisasi penerimaan negara yang tidak sesuai dengan target. Pada saat pemerintah membuat APBN, pemerintah tentu sudah membuat rencana sumber keuangan negara. Akan tetapi, tidak jarang penerimaan negara tidak mencapai target yang telah ditetapkan sehingga pemerintah harus melakukan pemotongan budget untuk program-program tertentu yang akhirnya membuat program tidak berjalan sebagaimana mestinya dan pemerintah juga harus menutup kekurangan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun