Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Menjadi Penulis Produktif dari Sosok Buya Hamka

16 Februari 2019   14:37 Diperbarui: 16 Februari 2019   15:24 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Buya Hamka: Suara Muhammadiyah.Id

Hamka juga memiliki pengalaman malang-melintang sebagai seorang wartawan, penulis dan editor. Sejak 1920an, ia pernah menjadi wartawan di beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pernah menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat (1928), editor majalah Al-Mahdi di Makassar (1932) dan menjadi editor Majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam. (Arif Munandar Riswanto: 2010).

Sebuah perjuangan yang patut diapresiasi. Jika kembali menelisik sejarah hidup termasuk pendidikan Buya Hamka, tidak ada catatan secara spesifik yang menyatakan bahwa ia pernah belajar sastra. Namun, kemampuan itu mengalir dan terus terasah seiring dengan perjalanan waktu dan ditambah dengan keberaniannya untuk menulis.

Semangat ini tentu perlu dilestarikan, agar sosok Buya Hamka baru akan terus lahir. Meski aktivitasnya yang padat, ia tetap mampu menulis dan berkarya. Semangat ini harus diteruskan oleh para generasi muda.

Jika dalam Islam ada sosok Jalaluddin al-Suyuthi yang mengarang banyak kitab pada setiap disiplin keilmuan, di Nusantara ada juga sosok seperti Buya Hamka yang mampu  berkarya tanpa kenal henti.

Meski harus meringkuk di penjara pada masa Orde Lama, Buya Hamka tetap saja mengisi hari-harinya dengan menulis. Jeruji-jeruji besi tidak menghalangi semangatnya untuk terus berkarya.

Selama menjalani kehidupan di penjara inilah, Buya Hamka menuliskan buah pikirnya dengan menulis sebuah tafsir al-Qur'an yang pada akhirnya mampu membuat namanya terus dikenang dan dikaji oleh para akademisi sebagai seorang ulama yang juga seorang mufassir al-Qur'an yang mampu membuat tafsir al-Qur'an lengkap 30 juz dengan berjilid-jilid.

Gaya Bahasa yang Khas

Bagi seorang penulis, karakter dan  gaya bahasa yang digunakan, sangatlah penting dalam menentukan pesan yang ingin disampaikan agar mudah dipahami oleh pembaca. Jika melihat karya-karya Buya, ia merupakan penulis yang pandai dalam menggunakan kata-kata bahasa Melayu. Daya kreatifitas dan imajinasinya telah mampu melampaui zamannya kala itu. Gaya bahasa dan alur cerita yang dibuatnya mampu membawa pembaca ikut hanyut dalam cerita.

Sangat tepat jika sosoknya oleh Jamal D. Rahman dkk dimasukan dalam 33 Tokoh Sstra Indonesia Paling Berpengaruh. (Jamal D. Rahman: 2004).

Dalam karya-karyanya, ada banyak kritikan yang bisa disampaikan Buya dengan bahasa yang halus sehingga dapat dipahami oleh masyarakat dan pembaca. 

Karya-karyanya di bidang sastra, sangat melegenda, mengharumkan namanya dari masa ke masa dan membuatnya juga dikenal tidak hanya sebagai seorang ulama tapi juga seorang sastrawan. Beberapa karya novel-novelnya seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wick, sangat tidak asing bagi para penikmat buku romansa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun