Agak merinding tadi pagi, air mata tiba-tiba berlinang. Bukan sedih, tapi haru. Lagu favorit yang setiap hari didengerin, tiba-tiba terasa begitu berbeda. Agak aneh, lebih bernyawa. Yup. Lagu itu adalah Sandaran Hati-nya Letto. Lagu yang telah akrab ditelinga sejak lama, karena juga sebagai soundtrack sinetron beberapa tahun silam, kini menjelma menjadi sesuatu yang menyentuh hati, lebih dalam. Kalau sebelumnya lebih menikmati alunan musik, vokal yang syahdu, untaian lirik yang “mengena”, dan makna kata yang secara gamblang dipahami, pagi tadi lebih dari itu. Makna yang lebih dalam, lebih dalam, “tertangkap”. Kemasan “kumplit”. Sebuah packaging yang “merajai hati”.
Jauh sebelum berjabatan erat dengan paseduluran maiyah Cak Nun, yang mana band Letto termasuk di dalamnya, saya sudah jatuh hati pada lagu-lagu mereka. Lebih dulu kenal karya mereka. Sebut saja lagu Ruang Rindu, Sebelum Cahaya, Sebenarnya Cinta, Sampai Nanti-sampai mati, dan Lubang di hati. Lagu-lagu Letto punya tempat sendiri di hati. Betapa tidak, setiap kali mendengarkan lagu-lagu mereka, hati saya dengan sendirinya bekerja pada level sensitivitas yang lebih dalam. Peka yang terpancing. Suguhan lirik-liriknya ketika didengarkan selalu matching dengan suasana hati, merasa terwakili. Maklum, lagu-lagu ini hadir dan menemani masa-masa “galau” saya. haha..
Oke, ngga usah panjang lebar, langsung meluncuuurrr ke lagu tersebuttt…
Sandaran Hati.
By: Letto
Yakinkah ku berdiri, di hampa tanpa tepi
bolehkah aku, mendengarmu
Ketika kegamangan menghampiri diri, seolah hidup hanyalah hampa yang tak berkesudahan. Dalam situasi seperti itu, petunjukNYA-lah yang paling dibutuhkan. Membisikkan Nurani.
Terkubur dalam emosi, tak bisa bersembunyi
Aku dan nafasku, merindukanmu
Terpuruk ku di sini, teraniaya sepi
dan ku tahu pasti, KAU menemani
Dalam hidupku
kesendirianku
Dalam kegamangan, kesendirian, sepi melingkupi hati, emosi “menindih” kesadaran diri, sesungguhnya kita sedang merindukanNYA. Lalu kita tersadar, dalam situasi apapun, cuma dia-lah yang paling dekat, yang akan menemani.
Teringat ku teringat
Pada janjiMU ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati
Ketika meyakini agama yang kita anut, Tuhan yang kita sembah, dan meyakini kerajaanNYA, kita terikat untuk tidak akan berpaling dariNYA. Dalam islam, menghadap Allah melalui Sholat akan dilakukan dengan penuh kekhusuk’an. kita menyadari sepenuh hati posisi diri, bahwa Allah adalah pihak pertama dalam hidup kita.
Peduli ku peduli
Siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti
Jika kaulah sandaran hati
kaulah sandaran hati
Melalui kesadaran posisi diri sebagai makhluk ciptaanNYA, susah dan senang yang datang silih berganti hanyalah caraNYA bermesraan dengan kita. Kesedihan yang menghampiri, semoga takkan sampai menghilangkan kejernihan jiwa kita, asal KAUlah sandaran hati, ”tempat mengaduku”.
Inikah yang kau mau
Benarkah ini jalanmu
Hanyalah engkau yang ku tuju
Dalam kegamangan, dalam ketidak tahuan, kita akan bertanya-tanya, bimbang. kepadaNYA kah kita menuju? atau bukan? kalau bukan, kembalikanlah kejalanMU. Kita sedang memohon petunjukNYA. Seperti bunyi ayat ke-6 surat Al fatehah, “tunjukkannlah kami ke jalan yang lurus”.
Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah
Tanpa hadirmu
Dalam gelapnya, malam hariku
Kita berlindung dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah dari gelapnya malam (ketidak tahuan akan misteri hidup). Hidup sejatinya adalah gelap malam, penuh misteri, ketidak tahuan. Oleh karena itu, CahayaNYA lah sebagai penolong.
Dan pagi tadi aku tersadar, ternyata ALLAH Sandaran Hati itu.**
Ega
Veteran, 26 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H