informasi keruangan (dalam bentuk peta) Topophliia dan Topopobhia di suatu geomer
Definisi dan Implementasi Peta Keruangan:
Topophilia menggambarkan keterikatan emosional positif manusia terhadap suatu tempat, seperti perasaan cinta dan kenyamanan yang dialami di rumah atau tempat publik tertentu. Sebaliknya, Topophobia mencerminkan ketakutan atau rasa tidak nyaman terhadap lokasi tertentu, seperti tempat-tempat yang dianggap berbahaya atau tidak aman (imek et al., 2020).
Metode Mental Mapping untuk Menganalisis Topophilia dan Topophobia
Pemetaan mental (mental mapping) digunakan untuk menangkap persepsi subjektif masyarakat terhadap ruang, seperti rasa aman dan tidak aman di berbagai area kota. Ini membantu memvisualisasikan distribusi spasial keterikatan dan ketakutan di suatu lingkungan (imek et al., 2020)
Studi Kasus: Wilayah Oeste di Portugal Spasial:
Penelitian yang dilakukan di wilayah Oeste, Portugal, memperlihatkan bahwa keterikatan emosional terhadap tempat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan nilai-nilai sosial yang ada. Wilayah ini menunjukkan tipologi identitas teritorial yang berbeda, seperti lanskap alami yang terawat dan warisan budaya yang menjadi sumber kebanggaan komunitas lokal. Sementara itu, beberapa wilayah mengalami degradasi lingkungan dan peningkatan ketergantungan ekonomi yang dapat memicu rasa ketidaknyamanan atau topophobia (Oliveira et al., 2010).
Kluster Identitas Teritorial di Wilayah Oeste, Portugal
Urban Fixes with Agitated FlowsÂ
Berlokasi di pusat atau pinggiran kota besar seperti Torres Vedras.Kepadatan penduduk tinggi dengan banyak komuter harian. Â Urbanisasi cepat, namun bisa menimbulkan keterasingan (topophobia).
Rurban Fixes with Intensified Flows Â
Terletak di perbatasan antara wilayah perkotaan dan pedesaan (contohnya Peniche). Aktivitas ekonomi mencakup pertanian modern dan pariwisata. Motorisasi tinggi, dengan keterikatan pada alam (topophilia), tetapi berpotensi pada ketidaknyamanan karena urbanisasi.
Rural Fixes with Crystallized Flows Â
Wilayah pedesaan seperti Cadaval dengan aktivitas tradisional yang stabil.Lanskap hutan dan kebun mendominasi, namun minim perubahan ekonomi dan sosial. Tingkat topophilia tinggi, tetapi berisiko stagnasi tanpa modernisasi.
Setiap kluster menunjukkan hubungan emosional berbeda dengan tempat, dari keterikatan kuat di pedesaan hingga tantangan keterasingan di kota. Pemetaan ini membantu menyusun strategi pembangunan yang tepat sesuai karakteristik wilayah.
Studi Kasus Temporal di Republik Ceko :
Sebagai contoh, sebuah studi menunjukkan bahwa persepsi akan keamanan dan kenyamanan bervariasi seiring waktu dan tempat, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan lokal dan persepsi sosial, seperti dalam kota atau area tertentu.Â
Â
Penelitian yang dilakukan di beberapa kota di Republik Ceko menunjukkan bahwa makna tempat dapat berubah berdasarkan waktu. Misalnya, stasiun kereta mungkin terasa aman di siang hari, tetapi menjadi sumber ketakutan pada malam hari. Artinya, topophobia dapat bersifat dinamis, dipengaruhi oleh waktu dan perubahan sosial di suatu tempat (imek et al., 2020)
Konsep Topophilia dan Topophobia memberikan wawasan penting untuk perencanaan kota dan pemahaman tentang perilaku masyarakat di ruang perkotaan. Menggunakan metode pemetaan mental, pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi lokasi dengan keterikatan positif dan negatif serta mengembangkan strategi untuk meningkatkan keamanan dan keterlibatan sosial di tempat tersebut.
pengwilayahan urbanonim di suatu  koridor kota
Pengwilayahan urbanonim adalah proses mengelompokkan dan menganalisis penamaan tempat (seperti jalan, gedung, dan kawasan) dalam koridor kota untuk memahami pola historis, sosial, dan budaya yang terbentuk. Urbanonim tidak hanya berfungsi sebagai penanda lokasi, tetapi juga sebagai sarana membangun identitas kota dan branding wilayah (Terkulov, 2020).Â
Contoh: Â
Di beberapa kota seperti Macao, nama jalan dan bangunan menggabungkan pengaruh budaya Portugis, Mandarin, dan Inggris, mencerminkan identitas multikultural (Xie et al., 2023). Â
Praktik ini juga sering digunakan untuk branding komersial dan revitalisasi ekonomi melalui nama tempat, seperti stadion yang dinamai berdasarkan sponsor atau nama kawasan baru (Light & Young, 2015).
Di Indonesia nama urbanim yang saya ambil dari koridor jalur MRT Fase 1Â
dari variasi namanya menggunakan toponim sesuai topografi (Lebak Bulus, Cipete Raya, Bendungan Hilir, Dukuh Atas), nama pahlawan (Fatmawati, Haji Nawi) dan nama sponsor di beberapa nama belakang stasiun ataupun kawasan ASEAN untuk pusat kantor ASEAN di Indonesia.Â
Pengwilayahan ini membantu perencana kota untuk memetakan dinamika sosial dan ekonomi di suatu koridor serta mempertahankan warisan budaya melalui nama tempat.
 Beberapa Istilah Geografi Kebudayaan dan Identitas Tempat :Â
Keterikatan Tempat (Place Attachment) Â
Keterikatan emosional yang kuat antara individu atau komunitas dengan tempat tertentu, biasanya berkembang melalui pengalaman dan kenangan (Tuan, 1975). Ini mencerminkan rasa aman dan nyaman di tempat tersebut.
Makna Tempat (Place Meaning)Â Â
Pemahaman dan interpretasi seseorang atau komunitas tentang tempat, berdasarkan konteks sosial dan pengalaman yang mempengaruhi identitas tempat (Ogunseitan, 2004).
Identitas Tempat (Place Identity) Â
Konsep yang menunjukkan bagaimana tempat berkontribusi pada pembentukan identitas individu atau kolektif, seperti identitas budaya atau komunitas tertentu (Sepe & Pitt, 2014).
Sacred Place (Tempat Suci) Â
Tempat yang dianggap memiliki makna spiritual atau religius dan berperan sebagai pusat spiritual dalam kehidupan masyarakat. Tempat suci mencakup kuil, tempat ibadah, dan situs alam yang dianggap memiliki kekuatan sakral, seperti sungai atau gunung. Sacred place sering kali berfungsi sebagai penghubung antara manusia dan kekuatan spiritual, memberikan identitas dan makna bagi komunitasnya (Mazumdar & Mazumdar, 1993).
Prophetic Place (Tempat Profetik) Â
Tempat yang diyakini memiliki makna atau pesan profetik dalam konteks agama atau sejarah. Tempat-tempat ini sering kali menjadi situs peristiwa penting yang dianggap memiliki pesan ilahi untuk komunitas atau umat tertentu, seperti tempat lahir para nabi atau situs pewahyuan (Niglio & Guerriero, 2019).
Precarity Place Â
Tempat yang diasosiasikan dengan ketidakpastian atau kerentanan sosial, sering terkait dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil (imek et al., 2020).
Cultural Landscape Â
Lanskap yang menunjukkan interaksi manusia dengan alam dan budaya serta mewakili warisan budaya masyarakat (Oliveira et al., 2010).
Vernacular Landscape
Vernacular landscape adalah lanskap yang terbentuk melalui praktik sehari-hari masyarakat lokal dan mencerminkan karakter budaya dan interaksi manusia dengan alam di wilayah tersebut. Konsep ini berfokus pada elemen-elemen budaya yang diwariskan secara turun-temurun serta praktik yang bersifat lokal dan tidak selalu dirancang secara profesional, tetapi justru muncul dari kebutuhan sehari-hari masyarakat (Ming, 2013). Penerapannya dapat ditemukan di pedesaan maupun perkotaan, di mana lanskap ini menggambarkan harmoni antara alam dan aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Agricultural Landscape
Agricultural landscape adalah lanskap yang didominasi oleh aktivitas pertanian dan dikelola untuk produksi pangan dan hasil pertanian lainnya. Lanskap ini menggambarkan hubungan antara penggunaan lahan, sistem pertanian, dan dampak manusia terhadap ekosistem. Dalam perkembangan modern, perubahan dalam teknik pertanian, seperti intensifikasi atau transisi ke pertanian organik, juga memengaruhi karakter lanskap ini. Di Eropa Barat, misalnya, banyak lanskap pertanian mengalami transformasi karena perubahan kondisi pasar dan pengelolaan lahan (Meeus, 1993). Hal ini berdampak pada keberlanjutan ekologi dan estetika kawasan tersebut.
Stratigrafi Toponim Â
Stratigrafi toponim adalah metode untuk menganalisis perubahan nama tempat dari waktu ke waktu. Ini bertujuan untuk memahami bagaimana nama berkembang dan beradaptasi seiring perubahan sosial dan linguistik. Teknik ini memungkinkan pemahaman sejarah dan budaya melalui lapisan-lapisan perubahan nama yang tercatat di peta (Perea, 2013)
Keruangan Proksemik (Proxemic Space) Â
Studi tentang jarak fisik dalam interaksi sosial dan bagaimana jarak ini mempengaruhi hubungan antarindividu. Keruangan proksemik digunakan untuk memahami pola perilaku manusia dalam ruang publik dan pribadi (Mazumdar & Mazumdar, 1993)
Satu Pertanyaan Satu Peta dalam Peta Bahasa Â
adalah Metode pemetaan linguistik ini fokus pada satu variabel atau fenomena bahasa tertentu dalam satu peta, seperti peta yang menggambarkan distribusi satu kata atau frasa spesifik di wilayah tertentu (Horvath & Horvath, 2001)
Isogloss Â
Garis pada peta linguistik yang memisahkan wilayah berdasarkan perbedaan dalam penggunaan kata atau fitur bahasa tertentu. Isoglosses digunakan dalam studi dialek untuk menggambarkan batas geografis dari variasi bahasa (Kabatek, 2023)
Dialektometri Â
Dialektometri adalah metode kuantitatif untuk menganalisis variasi dialek di berbagai wilayah. Ini memungkinkan peneliti untuk memetakan perbedaan bahasa secara lebih sistematis menggunakan data numerik dan peta (Perea, 2013).
Boundaries, Borders, and Frontiers Â
Boundaries: Batas fisik atau geografis antara dua wilayah.
Borders: Batas politik atau administratif antara negara atau wilayah.
Frontiers: Zona transisi di mana dua wilayah bertemu dan terjadi interaksi atau perubahan budaya (Westerdahl, 2022)
Anchorage Identitas
Anchorage identitas merujuk pada proses di mana identitas individu atau komunitas "dipasangkan" dengan tempat tertentu, menciptakan hubungan emosional yang kuat antara tempat dan identitas. Dalam konteks ini, identitas seseorang atau kelompok diperkuat oleh keterikatan dengan ruang geografis atau lingkungan spesifik, seperti kota, desa, atau wilayah tertentu (Hernndez et al., 2007). Konsep ini sering digunakan dalam studi keterikatan tempat (place attachment), di mana individu merasa memiliki dan menyelaraskan diri dengan suatu lokasi, sehingga identitas mereka terhubung erat dengan lingkungan tersebut. Contohnya, seseorang yang tumbuh dan tinggal di suatu kota akan mengasosiasikan dirinya dengan ciri-ciri kota tersebut sebagai bagian dari identitas pribadi atau kelompok. Anchorage identitas memainkan peran penting dalam memelihara rasa memiliki, stabilitas, dan keberlanjutan komunitas.
Bound Ruang Inklusif dan Eksklusif Â
Ruang Inklusif: Ruang yang terbuka bagi semua orang tanpa diskriminasi dan mendorong partisipasi sosial. Â
Ruang Eksklusif: Ruang yang membatasi akses bagi kelompok tertentu dan biasanya dikendalikan berdasarkan status sosial atau ekonomi (Vosko, 2016)
Referensi
- Hernndez, B., Hidalgo, M. C., Salazar-Laplace, M. E., & Hess, S. (2007). Place attachment and place identity in natives and non-natives. Journal of Environmental Psychology, 27(4), 310-319. https://doi.org/10.1016/J.JENVP.2007.06.003
- Horvath, B., & Horvath, R. (2001). A multilocality study of a sound change in progress: The case of /l/ vocalization in New Zealand and Australian English. Language Variation and Change, 13(1), 37-57. https://doi.org/10.1017/S0954394501131029
- Kabatek, J. (2023). What is an isogloss? Energeia: Online Journal for Linguistics, Language Philosophy, and History of Linguistics. https://doi.org/10.55245/energeia.2023.004
- Light, D., & Young, C. (2015). Toponymy as commodity: Exploring the economic dimensions of urban place names. International Journal of Urban and Regional Research, 39(2), 435--450. https://doi.org/10.1111/1468-2427.12153
- Mazumdar, S., & Mazumdar, S. (1993). Sacred space and place attachment. Journal of Environmental Psychology, 13(3), 231-242. https://doi.org/10.1016/S0272-4944(05)80175-6
- Meeus, J. (1993). The transformation of agricultural landscapes in Western Europe. Science of The Total Environment, 129, 171-190. https://doi.org/10.1016/0048-9697(93)90169-7
- Ming, F. (2013). An interdisciplinary research into the characteristics of vernacular landscape. Journal of Central South University of Forestry & Technology.
- Niglio, O., & Guerriero, L. (2019). Sacred places: Spaces for a dialogue among cultures. Resourceedings. https://doi.org/10.21625/resourceedings.v2i3.631
- Ogunseitan, O. A. (2004). Topophilia and the quality of life. Environmental Health Perspectives, 113(2), 143-148. https://doi.org/10.1289/ehp.7467
- Oliveira, J. F., Roca, Z., & Leito, N. (2010). Identity and development: From topophilia to terraphilia. Land Use Policy, 27(4), 801-814. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2009.10.014
- Perea, M. (2013). Dynamic cartography with diachronic data: Dialectal stratigraphy. Literary and Linguistic Computing, 28(2), 147-156. https://doi.org/10.1093/llc/fqs060
- Sepe, M., & Pitt, M. (2014). The characters of place in urban design. Urban Design International, 19(3), 215-227. https://doi.org/10.1057/UDI.2013.32
- imek, P., er, M., Fiedor, D., & Brisudov, L. (2020). To fear or not to fear? Exploring the temporality of topophobia in urban environments. Moravian Geographical Reports, 28(4), 308-321. https://doi.org/10.2478/mgr-2020-0023
- Terkulov, V. I. (2020). The study of urbanonymy in linguistic regional researches. Onomastics, 17(2), 177-184. https://doi.org/10.34216/2020-2.onomast.177-184
- Tuan, Y.-F. (1975). Topophilia: A Study of Environmental Perception, Attitudes, and Values. Columbia University Press.
- Vosko, R. S. (2016). Standing on holy ground: Encountering revelation in sacred space. Liturgy, 31(1), 42-50. https://doi.org/10.1080/0458063X.2015.1083799
- Westerdahl, C. (2022). Microcosms and borders -- On centrality and linearity in connection with holy or sacred places. Culture Crossroads. https://doi.org/10.55877/cc.vol5.223
- Xie, Q., Ursini, F., & Samo, G. (2023). Urbanonyms in Macao. Names. https://doi.org/10.5195/names.2023.2421
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H