Disusun Oleh : Ega Mulyasari, Yummi Budiarti, Yati Suratiawati
Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Majalengka
Landasan Teoritik
Pembelajaran abad 21 berfokus pada peserta didik untuk memberikan keterampilan berpikir berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi, berkolaborasi. Sehingga dalam pembelajaran abad 21 peserta didik belajar melalui pengalaman, penerapan, dan contoh-contoh dari dunia nyata di dalam maupun luar sekolah. Peserta didik perlu memiliki keterampilan kolaborasi untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Melalui keterampilan kolaborasi diharapkan peserta didik dapat berperanaktif dalam memecahkan masalah.
Problem-Based Learning (PBL) adalah pendekatan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa, di mana proses belajar dimulai dengan menghadirkan masalah dunia nyata yang kompleks dan belum terstruktur. Dalam proses ini, siswa didorong untuk bekerja secara kolaboratif dalam kelompok kecil untuk mencari solusi.
Menurut Barrows & Tamblyn (1980), PBL adalah metode pembelajaran yang berfokus pada penyelesaian masalah melalui proses penyelidikan dan refleksi. PBL memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengambil keputusan, dan belajar secara mandiri. Dalam konteks pendidikan, pendekatan ini sangat efektif untuk meningkatkan motivasi siswa karena pembelajaran menjadi relevan dengan kebutuhan dan minat mereka.
Definisi lain dari Savery (2006) menyatakan bahwa PBL adalah pendekatan konstruktivis yang menekankan pembelajaran aktif, di mana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman menyelesaikan masalah. Dengan demikian, PBL tidak hanya menekankan pada hasil belajar, tetapi juga pada proses belajar itu sendiri.
Teori Konstruktivisme
Pada prinsipnya pembelajaran kolaboratif didasarkan pada filsafat konstruktivisme, khususnya konstruktivisme sosial dari Vygotsky, yaitu bahwa interaksi sosial memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial dengan orang yang ada disekitar anak akan membangun ide baru dan mempercepat perkembangan intelektualnya.
Scaffolding
konsep scaffolding dari Bruner. Dengan teorinya tentang belajar penemuan, Bruner menekannya pentingnya membantu siswa memahami struktur dan ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, dan perlunya suatu keyakinan bahwa pembelajaran dapat terjadi melalui penemuan pribadi. Scaffolding dapat diartikan sebagai suatu proses di mana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan
Pembelajaran Kolaboratif
pembelajaran kolaboratif adalah suatu model pembelajaran kelompok, dimana para siswa dalam kelompok didorong untuk saling berinteraksi dan belajar bersama untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Alat yang digunakan untuk mendorong adanya interaksi tersebut adalah materi atau masalah yang menantang. Bentuk interaksi yang dimaksud adalah diskusi, saling bertanya dan menyampaikan pendapat atau argumen.
Tujuannya pembelajaran kolaboratif bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan.
Problem Based Learning
Metode pembelajaran dengan memahami suatu konsep melalui masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Pendekatan ini berbasis research terhadap sebuah permasalahan.Â
Dewey (dalam Trianto, 2007) menyebutkan bahwa PBL adalah interaksi antara stimulus dan respons atau hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Menurut John Dewey (Sanjaya, 2006: 217), tahapan dalam model Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
Perumusan masalah
Analisis masalah
Membuat perkiraan sementara
Pengumpulan data
Menguji dugaan sementara
Menawarkan ide untuk mengatasi masalah
Karakteristik Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah
Pembelajaran diawali dengan masalah yang dirancang untuk menantang pemahaman siswa. Masalah tersebut biasanya diambil dari situasi nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari atau profesi siswa di masa depan. Masalah ini harus cukup kompleks untuk mendorong siswa mencari pengetahuan baru.
Dalam PBL, siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menganalisis masalah, mendiskusikan berbagai perspektif, dan merancang solusi. Interaksi ini tidak hanya membantu siswa memahami materi lebih dalam, tetapi juga mengembangkan keterampilan interpersonal dan komunikasi.
Guru dalam PBL bukan lagi menjadi pusat pembelajaran atau pemberi informasi utama. Sebaliknya, guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui proses penyelidikan dan penyelesaian masalah. Guru membantu siswa mengarahkan diskusi, memberikan umpan balik, dan mendorong refleksi.
Siswa didorong untuk mencari informasi secara mandiri dari berbagai sumber, seperti buku, internet, jurnal, atau wawancara dengan ahli. Proses ini melatih siswa untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu mengidentifikasi kebutuhan belajarnya sendiri.
Setelah masalah diselesaikan, siswa diajak untuk merefleksikan proses yang telah mereka jalani. Refleksi ini membantu siswa memahami apa yang telah mereka pelajari, mengevaluasi efektivitas strategi yang digunakan, dan merencanakan perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya.
Adapun ciri dari karakteristik Pembelajaran Kolaboratif berbasis masalah adalah:
Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang
mengidentifikasi masalah yang diberikan dan merancang strategi penyelesaiannya secara mandiri dalam kelompok untuk mengklarifikasi pemahaman mereka, mengkritisi ide/gagasan teman dalam kelompoknya, membuat konjektur, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan, dengan cara saling bertanya dan beradu argumen
Setelah belajar dalam kelompok, peserta didik menyelesaikan masalah yang diberikan secara individual
Guru/dosen mengambil peran sebagai fasilitator, yang berkewajiban memfasilitasi jalannya diskusi kelompok dengan memberi pertanyaan pancingan untuk menghidupkan kolaborasi.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan penyelesaian masalahnya dan tidak dalam peran mewakili kelompok
Pengembangan Strategi Kolaboratif Dalam Pembelajaran
Melakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan masalah. Dalam proses menyelesaikan masalah yang diberikan, maka peserta didik akan mengklarifikasi pemahaman mereka, mengkritisi ide/gagasan teman dalam kelompoknya, membuat konjektur, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan.
Menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif, peserta didik belajar dalam kelompok kecil untuk "melampaui batas dan melompat" melalui masalah atau pertanyaan yang diberikan.
Kesimpulan
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang berfokus pada pengembangan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis, kreatif, dan mandiri. Pendekatan ini mengintegrasikan masalah nyata sebagai stimulus untuk belajar, sehingga peserta didik dapat menghubungkan konsep teoritis dengan aplikasi praktis. Dalam PBL, peserta didik tidak hanya mempelajari materi, tetapi juga membangun keterampilan penting seperti kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah.
Penelitian menunjukkan bahwa PBL dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan menggunakan masalah nyata sebagai titik awal, peserta didik lebih termotivasi untuk belajar dan mampu memahami materi secara lebih mendalam. Selain itu, PBL juga memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna karena peserta didik terlibat secara aktif dalam setiap tahap proses pembelajaran.
Namun, implementasi PBL tidak terlepas dari tantangan. Dibutuhkan waktu yang lebih panjang, kesiapan guru sebagai fasilitator, serta sumber daya yang memadai. Meski demikian, dengan perencanaan yang matang dan dukungan yang tepat, PBL dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di era pendidikan modern. Pembelajaran kolaboratif dengan model PBL merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 dengan mendorong terbentuknya pemikiran kritis serta pemecahan masalah, komunikasi interpersonal, literasi informasi dan media, kerjasama, kepemimpinan dan kerja tim, inovasi, serta kreativitas.
DAFTAR PUSTAKA
Barrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-Based Learning: An Approach to Medical  Education. Springer Publishing Company.
Hotimah, H. (2020). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar. JURNAL EDUKASI, VII(3), 5-11.
Nafiah, N.Y., Suyanto, W. (2014). PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(1), 125-143.
Savery, J. R. (2006). Overview of Problem-Based Learning: Definitions and Distinctions. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9-20.
Suwarni, W.N. (2019). MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN. Jurnal Mimbar Ilmu, 24(3), 330-337.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H