Secara praktis, CBT mengajarkan kita untuk kembali memperlambat kecepatan pikiran , memisahkan mana pikiran yang meresahkan, dan menggantinya dengan bukti-bukti, data atau sejarah, dan pemikiran rasional. Ini bukan tentang berpikir positif, tetapi bagaimana berpikir akurat.
Apabila pikiran kita dipenuhi kecemasan seperti: bagaimana jika saya ke supermarket lalu tertular? Bagaimana jika toko-toko kehabisan barang? Bagaimana jika ekonomi runtuh?
Setelahnya coba tantang pikiran kita dengan pikiran rasional yang lebih berbasis data: Ya itu adalah kemungkinan, tapi peluang kejadian penularan bukan disana. Data menunjukkan penularan terbesar ada di bentuk kontak dekat dengan penderita. Jikapun melalui benda, saya bisa menghindarinya dengan cara menjaga kebersihan tangan. Sejauh ini toko-toko terbukti mampu mensuplai kebutuhan, selain itu ada berbagai tempat membeli kebutuhan selain toko yang saya biasa kunjungi. Ekonomi memang sedang tidak baik, tapi dunia pernah mengalami hal seperti ini lalu pulih kembali.
2. Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
Prinsip dasar terapi ini adalah belajar menerima pikiran dan emosi, apapun bentuknya. Alih-alih menantang pikiran seperti pada CBT, melalui ACT kita merespon pikiran dengan menyadari kehadiarnnya, memperhatikannya, lalu membiarkannya pergi sehingga pikiran itu tidak menjadi penghalang bagi perilaku yang kita munculkan setelahnya.
Kita belajar untuk menerima bahwa pikiran hanyalah pikiran, dia tidak mempengaruhi apa yang menjadi tujuan hidup. Seringkali kita merasa stres justru ketika berusaha “mengusir” pikira negatif dengan sekuat tenaga. Energi yang kita berikan untuk “mengusir” itu sebenarnya energi yang sama dengan “mengundang” pikiran tersebut.
Ketika kita merasa pikiran sangat penuh dengan kekhawatiran, kita bisa berlatih menyapanya alih-alih terseret arus pikiran tersebut “Oh halo Cemas, kamu datang ya hari ini… kamu boleh ada di pikiranku saat ini sesuai keinginanmu. Aku tidak akan membiarkanmu mengambil alih apa yang akan kulakukan dalam hidupku hari ini.”
Kita bisa berlatih mengucapkan ini sambal tetap melakukan tugas-tugas harian yang TIDAK berkaitan dengan pikiran negatif tersebut, misalnya memasak, menghubungi teman via text, membersihkan rumah. Tetap terhubung dengan kegiatan-kegiatan harian itu sambil mempersilakan apapun pikiran yang hadir, akan membantu kita berlatih memisahkan mana pikiran yang melemahkan dan mana perilaku yang menjadi prioritas.
3. Mindfulness
Salah satu kelemahan pikiran manusia adalah menyesali keputusan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan sehingga melupakan apa yang dimiliki saat ini. Melalui mindfulness kita belajar untuk hidup di moment-to-moment, tidak menghakimi, dan berlatih mengalihkan perhatian pada nafas atau kepekaan lima indera.
Perbedaan mendasar Mindfulness dengan ACT ada pada praktiknya yang tidak menggunakan metafora. Pada ACT kita bisa menggunakan perumpamaan, misalnya membayangkan pikiran seperti sekelompok awan yang datang dan pergi dalam diri kita. Sementara melalui pendekatan mindfulness, setelah kita menyadari adanya pikiran-perasaan tertentu, kita memberi ruang untuknya, lalu perlahan mengambalikan perhatian pada nafas dan sensasi yang diterima indera.