Aku masih membaca buku pelajaran yang sejak kemarin terus aku baca. Aku memberi tanda pada kalimat yang penting, mencari kata-kata sulit yang ingin ku artikan, dan mencoba memahami kalimat yang ku baca. Tapi entah kenapa, aku tidak mudah untuk paham dengan isi buku. Terasa sulit untuk mempelajarinya, padahal beberapa hari lagi akan ada ujian untuk pelajaran ini.
"Yulia, ayo makan dulu. Sehabis makan, kamu bisa belajar lagi." Bicara Ibu padaku dengan nada halusnya.
Aku mengiyakan saja, karena juga sedang lapar. Mungkin setelah itu, aku bisa lebih konsentrasi.Â
Langsung saja aku menuju dapur, mengambil makan siang dengan lauk yang ku sukai. Ada kakakku juga di sana, sudah duduk di meja makan, dan makan dengan lahap. Aku pun menyusul ke meja makan dan duduk di sampingnya. Dan akhirnya aku selesai memakan makan siang ini.Â
"Yulia, jangan lupa belajar. Supaya kamu mudah menjawab soal-soal ujian." Ucap Kakakku
"Tapi aku sulit paham dengan buku yang aku baca kak."
"Kalau begitu, jawab sebisa kamu saja ya. Semangat anak kelas lima."
Keesokan harinya...
Teman-temam sekelasku membicarakan ujian yang akan tiba. Aku yang sedang duduk di bangkuku sendiri hanya mendengar mereka bicara tanpa ikut berkata apapun.Â
"Pasti yang juara kelas Lili lagi, dia kan pintar."
"Iya, kamu juga bisa matematika dan nilai harianmu bagus-bagus semua Lili. Makanya aku ingin berteman sama kamu Li,"
"Ya karena aku belajar dan aku mudah paham." Jawab Lili dengan percaya diri
"Tidak seperti Yulia 'kan? Berhitung saja dia lambat sekali. Menjawab soal juga banyak yang salah."Â
Salah satu teman berkata seperti itu tentangku. Aku sadar, jika memang aku tidak sepandai mereka. Aku butuh usaha yang lebih keras untuk menjadi pandai dan mendapat nilai yang bagus. Tapi apakah aku harus mendapatkan perkataan seperti itu? Aku sudah berusaha sebisaku, aku belajar tidak hanya ketika akan ujian saja.
"Yulia, kamu dipanggil Pak Rino. Ayo ikut aku sekarang!" Sasa masuk ke kelasku dan langsung menggandeng tanganku untuk keluar kelas.
Dia mengajakku ke kantor guru, perasaan ku tidak enak. Aku merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi kenapa aku dipanggil Pak Rino, wali kelasku sendiri.
"Hai Yulia, terima kasih Sasa sudah mau manggil Yulia."
"Sama-sama Pak,"
"Kamu tidak perlu takut Yulia, kamu tidak salah apa-apa. Bapak hanya ingin tahu, apa kamu membuat sendiri puisi dan cerpen ini?"
"I...iya Pak, saya sendiri yang membuatnya. Saya suka membuat puisi dan cerpen. Tapi memang belum terlalu bagus."
"Tapi menurut Bapak, ini sudah bagus. Kamu punya bakat dalam hal ini."
"Terima kasih Pak," Ucapku sedikit saja dan Sasa tersenyum padaku.
Sepulang sekolah...
"Yulia, Ibu masak makanan kesukaan kamu. Setelah kami makan siang, kamu bisa belajar lagi. Atau mungkin tidur siang dulu saja. Ibu rasa kamu masih lelah."
"Iya Ibu," Lalu aku menutup buku yang ku pelajari.
Aku mengikuti Ibu ke dapur dan kemudian seperti biasanya, aku mengambil makan siang. Aku duduk di meja makan dan makan bersama Ibu.
"Ayo di makan Yulia,"
"Eh, iya," Ibu tahu aku sempat melamun.
"Kamu sedang merasa sakit kah? Atau sedang tidak suka menu makan siang hari ini?" Tanya Ibu padaku.
"Tidak Bu, Yulia suka menu makan siang hari ini. Yulia senang Ibu tahu kesukaan Yulia. Yulia hanya merasa bersalah," Jawabku dengan lirih.
"Bersalah kenapa? Ibu tidak merasa Yulia berbuat salah,"
"Maaf ya Bu, jika Yulia tidak sepandai teman-teman Yulia yang lain. Yulia tidak mudah mendapatkan nilai-nilai yang bagus untuk mata pelajaran di kelas. Memang Yulia anak yang tidak pintar." Ucapku pada Ibu, mataku sedikit berkaca-kaca.
"Yulia, Ibu tahu usaha kamu. Kamu selalu berusaha untuk belajar setiap hari. Jangan terus-menerus kamu bandingkan diri kamu dengan teman-teman kamu yang lain. Yulia anak baik dan Ibu menyayangi Yulia. Ibu tidak menuntut Yulia untuk juara di kelas juga 'kan?"
"Tapi Yulia merasa bersalah, Yulia sudah berusaha tapi hasilnya seakan-akan seperti Yulia tidak pernah berusaha belajar."
"Yulia, tidak mendapat nilai bagus di kelas bukan berarti kamu tidak pandai. Kamu pasti akan menemukan hal-hal yang kamu sukai dan kamu mudah untuk bisa dalam hal itu." Tiba-tiba saja Kakak datang dan berkata seperti itu.Â
Perkataan Ibu dan Kakak sedikit membuatku lega. Tapi dari dalam hati, tetap saja aku ingin pandai seperti teman-teman yang lain. Bisa mendapatkan nilai-nilai yang bagus dan tidak perlu merasa kesusahan saat belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H