Jauh di balik kata kecurangan, ada hal esensial yang sebenarnya harus diperbaiki bersama.
Suasana pasca pemilu selalu meningkatkan suhu politik. Entah itu pilkada atau pilpres, selama ini, hampir tidak ada situasi menggembirakan sepenuhnya setelah pencoblosan.
Tentu, pertanyaan yang muncul menjadi berbeda tergantung bagaimana kita memposisikan diri.Â
Apakah paslon menerima hasil pemilihan? Jawabannya adalah iya, meski ucapan tersebut tidak langsung diberikan sampai mereka menerima hasil resmi KPU.
Di sisi lain, ada pertanyaan yang kurang bergaung padahal begitu penting.
Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah bagaimana meletakkan iklim demokrasi kita menjadi ruang untuk memperhatikan nasib rakyat?
Utamakan suara dan kebutuhan rakyat. Saya sangat yakin bahwa masyarakat tidak begitu peduli mengikuti politik pasca-pemilu.
Pemilu yang konon merupakan pesta demokrasi justru menjadi perayaan yang tampak mengganggu ketenteraman jasmani dan rohani.
Jika suasana ini diteruskan, kita akan selalu mencurigai setiap perilaku politikus merupakan jalan yang dibangun untuk memperoleh elektabilitas menjelang pemilu 2029.
Hal ini sangat mengkhawatirkan bagaimana agenda 5 tahun ke depan di mana pemerintah seharusnya menjalankan amanat konstitusi justru dianggap sedang bekerja untuk tujuan praktis: menghadapi pemilu 2029.
Ini sudah dimulai sejak pengajuan hak angket DPR yang sampai sekarang tidak banyak masyarakat tertarik menanggapinya secara serius.