Berhubung rumah makan di pinggir jalan khusus melayani penumpang atau orang jauh, yang mau tidak mau harus makan di sana, keadaannya menjadi berbeda. Penumpang mesti jeli dan tidak perlu ragu bertanya berapa harga makanan seporsi.
Tetapi, tidak semua rumah makan mematok harga tidak wajar.Â
Misalnya, penulis pernah menikmati menu ayam kampung dengan bumbu racikan seharga Rp20.000. Lokasinya di Tulang Bawang, Lampung. Rasa masakannya luar biasa.
Porsi daging ayam kampung besar dan nasi boleh diambil sekenanya karena rumah makan ini menerapkan model prasmanan.
Lokasi menentukan harga
Faktor wilayah dapat menjelaskan perbedaan harga makanan di wilayah Indonesia. Maksudnya begini, Sumatera memiliki tingkat harga bahan pokok berbeda dibanding wilayah di Pulau Jawa, Kalimantan dan pulau lainnya.
Harga bahan pokok bisa dipengaruhi jalur distribusi, ongkos transportasi/logistik dan lain-lain. Dan tentunya, harga bahan baku akan menentukan biaya makanan yang tersaji di atas piring.
Ini selalu menjadi isu besar, tidak hanya bagi penumpang bus dan pemilik rumah makan, tetapi kepada warga biasa. Biaya hidup di Sumatera lebih mahal dibandingkan Jawa.
Menurut laporan BPS, kebutuhan hidup minimum/layak selama sebulan di Sumatera Selatan sebesar Rp1,97 juta pada tahun 2015. Nilai yang kurang lebih sama untuk provinsi lain di Sumatera.
Bandingkan dengan kebutuhan hidup minimum/layak di Jawa Tengah dan Jawa Timur berada di kisaran Rp850 ribu per bulan. Ada perbedaan dua kali lipat!
Penulis menggunakan data di atas sebagai pembanding umum, terlepas dari tingkat inflasi masing-masing.
Dengan kata lain, pemilik rumah makan sebenarnya tidak memiliki niatan buruk untuk mengelabui penumpang. Ini berbeda dibanding beberapa kasus di daerah lain di mana penjual menembak harga untuk meraup keuntungan besar dari wisatawan.