Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Cara Mudah Memahami Kenapa Bitcoin Tidak Ramah Lingkungan

25 Mei 2021   11:20 Diperbarui: 25 Mei 2021   11:49 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bitcoin. (Foto: Alesia Kozik/Pexels)

Elon Musk, CEO Tesla, mengumumkan Tesla tidak menerima pembayaran pembelian mobil menggunakan bitcoin. Hal ini diutarakannya melalui cuitan di Twitter pada 13 Mei 2021.

Alasannya menyangkut lingkungan hidup. Pihak Tesla memberi perhatian terhadap kenaikan konsumsi bahan bakar fosil di transaksi dan pertambangan bitcoin.

Cuitan Elon tersebut sontak memantik perbincangan kepada pelaku ekonomi digital dan pemerhati lingkungan dan perubahan iklim. Sampai saat ini, cuitannya telah diretweet sebanyak 120 ribu kali.

Apa benar bitcoin memberi pengaruh buruk terhadap lingkungan? Untuk mendapat jawaban memadai dan akurat, penjelasan diambil dari penelitian lembaga relevan.

Konsumsi listrik bitcoin setara konsumsi listrik satu negara

Elon Musk menguatkan argumennya dengan melampirkan data konsumsi listrik bitcoin yang dihimpun Universitas Cambridge. Terlihat, ada tren kenaikan konsumsi listrik dari tahun 2016-2021.

Sekarang, data terbaru Universitas Cambridge per 17 Mei 2021 menyebutkan konsumsi listrik bitcoin diestimasikan sebesar 125,32 TWh.

Dengan begitu, konsumsi listrik bitcoin setara dengan konsumsi listrik satu negara seperti Argentina (121 TWh), Belanda (108,8 TWh) dan Uni Emirat Arab (113,20 TWh).

Makin banyak transaksi, makin tinggi konsumsi listrik

Mungkin, masalah pertambangan bitcoin tidak ramah lingkungan sedikit membingunkan bagi beberapa orang. Bagaimana mungkin Bitcoin dituduh merusak lingkungan?

Pertambangan Bitcoin berbeda dari pertambangan yang biasa dikenal. Jangan membayangkan penambang menggali tanah dengan pacul untuk menemukan bitcoin layaknya mencari emas atau logam lainnya.

Bitcoin beroperasi di dunia digital. ABC Australia melaporkan, setiap ada transaksi, informasi dicatat di blockchain sebagai bukti uang telah berpindah tangan.

Sederhananya, pencatatan lewat jaringan komputer ini bekerja terus-menerus yang menghabiskan banyak konsumsi listrik.

Di samping itu, penambang tidak mengoperasikannya secara gratis, mereka mengeluarkan uang untuk membeli peralatan khusus.

Bagaimana dengan konsumsi energi dari Dogecoin? Masih dari sumber yang sama, Dogecoin disebutkan butuh lebih sedikit tugas komputasi dalam memverifikasi transaksi.

TRG Datacentres menyebutkan Dogecoin mengonsumsi listrik 0,12 kilowatt per jam per transaksi, sementara Bitcoin per transaksi membutuhkan 707 kilowatt per jam.

Bitcoin dan batubara

Mari bergeser sedikit dari urusan mata uang digital dan dampaknya terhadap pasar ke cakupan yang lebih luas tentang lingkungan yang menyimpan tantangan untuk dilaksanakan secara global.

Memahami masalah lingkungan hidup dan perubahan iklim cukup mudah. Namun, isu ini menjadi sukar dan berbelit-belit lantaran terdapat perbedaan keyakinan sebagian orang tentang perubahan iklim. Ada yang percaya, ada yang tidak percaya.

Kemudian, energi terbarukan memiliki tantangan berupa tingginya biaya yang dibutuhkan dan bauran energi apa yang efektif untuk menggantikan energi fosil.

Kembali ke topik. Apa hubungan bitcoin dan lingkungan? Jawabannya listrik.

Sumber utama tenaga listrik yang terbesar saat ini adalah batubara. Sedangkan, batubara  dianggap energi kotor bagi lingkungan.

Sindirian untuk China?

Laporan CNBC menyebutkan, sebagian besar penambangan bitcoin terkonsentrasi di Tiongkok. Negara ini notabene masih sangat bergantung pada batu bara.

Secara global, Tiongkok menyumbang sekitar 65 persen dari semua penambangan bitcoin dunia, sementara Amerika hanya sekitar 7,2 persen.

Ketimpangan besar di atas tidak berarti ditujukan sebagai bentuk mengkambinghitamkan China.

Pemerintah Xi Jinping sendiri nyatanya telah berkomitmen untuk mendorong penggunaan energi ramah lingkungan. China menargetkan pengurangan emisi karbon dioksida pada 2030 dan netralitas karbon pada 2060.

Akan tetapi, media The Guardian memberi penjelasan yang cukup menentang. Media menilai kemunculan isu ini terjadi karena penambang Bitcoin di China kurang termotivasi untuk menggunakan energi fosil yang murah ke energi terbarukan yang mahal (lack of motivation to swap cheap fossil fuels for more expensive renewables could mean there are few quick fixes to the emissions problem).

Dengan kata lain, kemunculan isu Bitcoin tidak ramah lingkungan di sisi lain dimajukan supaya mendorong orang-orang mau beralih ke energi terbarukan sesegera mungkin, tidak sekadar janji.

Beberapa contoh sumber energi terbarukan antara lain, pembangkit listrik tenaga surya, angin, geothermal, biofuels dan lain-lain.

Saat ini, isu lingkungan hidup menjadi perhatian besar banyak orang untuk menjaga bumi tetap hangat.

Dunia mengalami banyak perubahan akibat industrialisasi dan sekarang teknologi baru turut mempengaruhi perubahan iklim. Apalagi Elon Musk merancang mobil Tesla tanpa konsumsi bahan bakar, tentu merasa terpanggil untuk menyerukan penggunaan energi terbarukan di segala lininya.

Apa kata dunia, banyak harta tapi merusak lingkungan? Asyik!

Penulis: Efrem Siregar

Zodiak: Sagitarius

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun