Tensi hubungan Inggris dan Prancis meningkat ketika mengerahkan kapal perang ke perairan Jersey. Namun, konflik kali ini masih cukup jauh dari lanjutan perang seperti di Falkland.
Latar masalah dimulai dari perizinan penangkapan ikan yang dilakukan negara Jersey, sebuah pulau yang terletak sekitar 14 mil (22 km) dari Prancis.
Jersey memiliki otoritas untuk mengatur operasional kapal asing di perairan mereka. Kapal harus mengantongi lisensi yang mencakup ketentuan berapa lama kapal bisa melakukan penangkapan ikan, jenis ikan yang bisa ditangkap, bagaimana alat tangkap yang digunakan. Selain itu, kapal harus memiliki teknologi yang memungkinkan keberadaan mereka terlacak.
Aturan berlaku pada 1 Mei 2021, empat bulan setelah Inggris keluar dari Uni Eropa. Jersey hanya memberikan 41 lisensi dari 344 pengajuan. Nelayan Prancis menyampaikan keberatan karena Jersey tak memberitahu mereka tentang syarat baru tersebut.
Puncaknya, pada hari Kamis lalu. Puluhan nelayan Prancis mengerahkan kapal boat untuk memblokade pelabuhan St Helier, ibu kota Jersey. Kapal-kapal dirapatkan dengan melintang untuk mengganggu lalu lintas di pelabuhan. Salah satu nelayan terekam menabrakan boatnya ke kapal Inggris.
Samar-samar dari kejauhan, dua kapal perang Royal Navy HMS Severn dan HMS Tamar Inggris berpatroli di antara para nelayan yang protes. Kehadiran kapal dibalas Prancis dengan mengerahkan dua kapal patroli ke perairan Jersey.
Pejabat di Inggris menjelaskan pengerahan kapal perang adalah tindakan pencegahan. Sementara itu, pejabat Prancis mengatakan keberadaan kapal patroli Prancis dibuat untuk menyelamatkan kehidupan manusia di laut, mengutip laporan New York Times.
Tak ada kontak senjata di antara kapal dua negara. Hanya saja, pengerahan militer dalam masalah penangkapan ikan menandakan buruknya hubungan Inggris dan Uni Eropa pasca Brexit.
Kepentingan Uni Eropa di Laut Inggris
Nelayan Prancis selama ini biasa melakukan penangkapan ikan di perairan Jersey yang tercantum dalam perjanjian Bay of Granville.
Di bawah perjanjian Bay of Granville, nelayan Perancis dan Jersey memiliki hak untuk menangkap ikan secara bebas di Teluk Granville.Â
Namun, setelah Inggris meninggalkan UE pada 2020, perjanjian Bay of Granville tak lagi berlaku, diganti dengan perjanjian perdagangan dan kerjasama UE-Inggris.
Jersey adalah negara dengan status crown dependencies dari Inggris. Mereka memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, hukum dan memiliki majelis legislatif. Untuk urusan luar negeri, Jersey diwakilkan oleh Inggris.Â
Uniknya, Jersey bukan bagian dari Inggris dan juga bukan anggota Uni Eropa. Bisa dibayangkan, betapa pusingnya pemerintah Jersey berada di antara ketegangan Inggris dan Prancis selama masa transisi Brexit.Â
Jersey memang melekat pada Inggris, tetapi nelayan Jersey selama ini memiliki hubungan baik dengan nelayan Prancis.Â
Secara lokasi, letak pulau Jersey lebih dekat ke Prancis ketimbang Inggris. Pasokan listrik juga berasal dari kabel bawah laut Prancis. Berpihak ke siapapun, mereka sudah terlibat jauh dalam ketegangan politik di Eropa.
Pemerintah Jersey sendiri sudah meminta masalah perizinan penangkapan perikanan diselesaikan dengan perundingan ketimbang berlarut-larut menggelar aksi protes. Demikian juga pemerintah Inggris dan Prancis berupaya untuk menyelesaikan masalah tanpa harus konfrontasi.
Namun, konflik perairan Jersey tampaknya bakal berlangsung panjang mengingat Inggris dan Uni Eropa sama-sama memegang kepentingan yang sama di perairan Inggris.
Sungguh menjadi pertanyaan, bagaimana Inggris dan Eropa menjadi "bermusuhan" hanya dalam beberapa bulan setelah "perceraian". Seperti tak ada kenangan indah. Ikan di laut pun bingung melihat politik pasca Brexit.
Masalah kelautan menjadi topik paling serius dalam negosiasi perdagangan Inggris dan UE. Ikan di laut bebas berkelana ke mana mereka mau tanpa menunjukan identitas atau paspor. Tetapi, Inggris dan Eropa memiliki aturannya.
Dalam perjanjian perdagangan baru, Inggris dan Brussel mencapai kesepakatan bahwa 25 persen hak penangkapan ikan kapal UE di perairan Inggris akan dialihkan kembali ke Inggris sampai 2026.Â
Sekarang, adalah masa penyesuaian bagi para nelayan, setelah itu Inggris memegang kendali penuh atas perairan mereka.
Secara geografis, Inggris yang terpisah dari daratan Eropa memberikan politik dan budaya mereka berbeda dari negara Eropa continent. Istilah Eropa hanya sebagai pelengkap di atas buku, namun jiwa mereka tak sepenuhnya Eropa.
Perbedaan tersebut dilembagakan sebagai euroscepticism yang berkembang sebagai konsep ilmu sosial untuk menyederhanakan kompleksitas hubungan Inggris dengan UE, semakin dikuatkan oleh mantan PM Margaret Thatcher.
Ketika Inggris bergabung ke UE, mereka mau tak mau harus mengikuti standar sebagai negara Eropa. Salah satunya, tunduk pada kebijakan Common Fisheries Policy (CFP).
CFP adalah kebijakan UE dalam mengelola perikanan di seluruh negara anggota. Tujuannya, memastikan penangkapan ikan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Ada pembatasan penangkapan terhadap spesies tertentu sehingga berlaku kuota untuk setiap negara anggota.
Lembaga think tank UK in a Changing Europe menilai, kebijakan CFP Uni Eropa sudah lama menjadi masalah bagi eurosceptics di Inggris.
Bagi orang Inggris, negara harus memiliki kendali penuh atas perairan teritorialnya dan memutuskan sendiri akses untuk kapal yang datang dari negara lain. Kalangan pengusaha ikan di Inggris tak ingin lagi dipaksa untuk mengikuti aturan kuota di perairan mereka sendiri.
Sementara itu, UE khawatir kehilangan hak di perairan Inggris sehingga menimbulkan konsekuensi ekonomi untuk negara anggota.Â
Beberapa spesies ikan diperkirakan akan bergerak lebih jauh ke utara dari perairan Uni Eropa karena suhu laut meningkat, yang bisa menurunkan kuota Uni Eropa secara bertahap.
"After 47 years of membership, the UK and EU fishing industries are deeply integrated. EU boats fish in UK waters and vice versa (albeit EU boats rely on UK waters more than the reverse), and UK-EU trade in fish and fish products is substantial, with the UK a major exporter to a number EU countries."
"Setelah 47 tahun sebagai anggota, industri perikanan Inggris dan Uni Eropa begitu terintegrasi. Kapal UE menangkap ikan di perairan Inggris dan sebaliknya (walau sebenarnya kapal UE lebih mengandalkan perairan Inggris daripada sebaliknya), dan perdagangan ikan dan produk ikan antara UK-UE cukup besar, dengan Inggris sebagai eksportir utama ke beberapa negara UE," tulis Matt Bevington, peneliti di UK in a Chaning Europe dalam artikelnya.
Prancis tak rela Inggris keluar?
Uni Eropa terlihat tak legawa menerima lepasnya Inggris sebagai anggota mereka. Pengerahan kapal militer menggambarkan rapuhya hubungan, sekaligus memperlihatkan sikap tak bijaksana.
Orang Inggris memandang tindakan keras layak diberikan menghadapi Eropa. Daily Mail, media lokal Inggris menuliskan tajuk "Our New Trafalgar," yang merujuk pada pertempuran 1805.Â
Trafalgar adalah pertempuran AL Inggris ketikan menaklukan AL Prancis dan Spanyol yang akhirnya membangun supremasi kelautan Inggris.
New York Times mencatat, konflik tentang penangkapan ikan memang sudah lama memicu ketegangan antara Inggris dan negara tetangganya.Â
Sebelumnya, pada 1950 hingga 1970-an, Inggris bertikai dengan Islandia yang dikenal sebagai cod wars (perang ikan kod). Sebanyak 37 kapal Royal Navy dimobilisasi untuk melindungi kapal nelayan Inggris di perairan yang disengketakan.
Membayangkan terjadinya perang terbuka di laut akan memperlihatkan betapa konyolnya hidup manusia, ketika musuh nyata saat ini virus corona belum mampu ditaklukan.
Pengerahan kapal perang akan membuka luka lama dalam sejarah Inggris dan Eropa di masa lalu.Â
Tetapi, ini lebih bernuansa politik untuk menaikan sentimen rakyat. Pada Sabtu kemarin, PM Boris Johnson yang sekarang menghadapi pemilihan, mencuitkan ajakan untuk menghormati veteran mereka yang disebutnya memberikan perdamaian kepada jutaan manusia dengan menyertakan tagar #VEDay.
"We owe everything we most value to the generation who won the Second World War. Because of their victory 76 years ago millions today live in peace. We remember and salute them. #VEDay."
"Kita berhutang segalanya, kita menghormati generasi yang memenangkan Perang Dunia Kedua. Karena kemenangan mereka 76 tahun yang lalu, jutaan orang saat ini hidup dalam damai. Kita mengingat dan memberi hormat kepada mereka," tulis Boris.
Namun, mantan Dubes Prancis untuk AS, Gerard Araud, mengatakan, masalah yang terjadi di Jersey memiliki subteks lebih dalam, ungkapan marah dan kehilangan Prancis atas lepasnya Inggris dari Uni Eropa.Â
Selama di Uni Eropa, Inggris telah lama memainkan peran khusus sebagai kekuatan nuklir dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki perhatian AS. Keluarnya Inggris membuat Prancis dan Jerman harus menguatkan aliansi mereka.
Sejak memutuskan keluar dari Uni Eropa, hubungan Inggris dan Prancis justru memperlihatkan suasana tak harmonis. Presiden Prancis Emmanuel Macron sempat meragukan vaksin AstraZeneca yang dikembangkan di Universitas Oxford yang akhirnya memicu tuduhan nasionalisme vaksin.Â
Lalu, pada Desember, Macron memutus akses pengiriman barang ke dan dari Inggris untuk mencegah penyebaran mutasi virus dari Inggris.
Sekarang, selain mengerahkan kapal patroli, Prancis memberikan ancaman memutuskan aliran listrik ke Jersey bila tak melunakan akses perizinan kepada nelayan mereka.Â
Hal tersebut ditentang keras oleh Jersey dan pengamat, namun bisa jadi Prancis harus bereaksi keras untuk menunjukkan bahwa konflik dapat membesar oleh sesuatu yang tak disengaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H