Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Posting Ungkapan Dukacita Nanggala 402, tapi Disusupi Promosi Jualan

27 April 2021   13:56 Diperbarui: 28 April 2021   14:38 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena ini berhubungan erat dari pengalaman sewaktu berjayanya pasar bebas harga masker di awal pandemi. Kemudian. orang-orang telah menyadari bahwa traffic kunjungan berpotensi menghasilkan keuntungan.

Di satu sisi, ini adalah kemajuan bagi warganet untuk melihat lebih jauh makna sebuah postingan. Namun, sebagai konsumen dan pembaca, kita perlu juga memikirkan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Ketika seseorang meninggal dunia, kita biasa mengirimkan papan bunga berisi ungkapan belasungkawa ke rumah duka. Di bagian bawah papan bunga, tertera lengkap nama, jabatan dan perusahaan pengirim.

Apakah para pelayat yang datang mencurigai papan bunga itu sebagai cara komersialisasi atau iklan dari si pengirim? Tidak.

Pengalaman saya, semakin banyak papan bunga dikirimkan ke rumah duka, pelayat menafsirkannya bahwa almarhum semasa hidup adalah orang yang bersahabat dan dikenal luas. Bila papan bunga dikirimkan direksi perusahaan besar, ini menunjukkan almarhum adalah orang terpandang.

Mengapa contoh di atas perlu dipikirkan konsumen? Ini adalah informasi tambahan supaya kita tak terburu-buru mencap buruk suatu brand, terlebih bila brand itu UMKM dari suatu daerah yang memiliki sudut pandang berbeda dalam menyampaikan dukacita dibanding orang-orang yang melihat sesuatunya dari kacamata komersial.

Jadi, adanya kritik terhadap postingan belasungkawa, jangan sampai menghentikan kita menyampaikan belasungkawa atau berhenti membantu orang keluar dari masalah.

Sekali lagi, ini menyangkut etika untuk memperbaiki cara penyampaian supaya menghindari kesan promosi dan komersialisasi. Inilah sekelumit masalah publikasi yang memerlukan pikiran terbuka, mampu membaca keadaan sosial dan budaya di masyarakat dan meluaskan wawasan untuk menguatkan kepekaan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun