Saat diumumkan bahwa masker dapat mencegah penularan virus corona, orang-orang pun berebut mencari masker. Mendadak persediaan masker terbatas yang dimanfaatkan sejumlah orang untuk menaikkan harga jualnya berkali-kali lipat.
Cara buruk itu berlaku juga dalam periklanan. Sekilas terdapat benang tipis antara ketulusan otentik dan kepentingan tertentu dalam menyampaikan ungkapan belasungkawa.
"Memanfaatkan tragedi sebagai sarana demi mendapatkan beberapa klik murah adalah bentuk buruk dan sangat memungkinkan menimbulkan tanggapan negatif," tulis Andrew Hutchinson, manager konten dan media sosial di Social Media Today.
Andrew mengatakan memanfaatkan topik yang sedang trend memang sangat menyenangkan karena tak perlu bersusah payah memikirkan topik kreatif, namun bisa menjadi menakutkan jika salah langkah untuk dihujat dan dikritik banyak orang.
Berikut ini rangkuman beberapa saran bagi brand ketika menyampaikan ungkapan belasungkawa di media sosial:
1. Hindari penambahan logo dalam postingan
2. Hindari penggunaan pesan yang tepat sasaran
3. Tak boleh mencari sudut pandang lain yang relevan dengan tragedi. Mungkin menjadi tak masuk akal ketika suatu bisnis suku cadang mobil ikut mengomentari tragedi yang jauh dari usaha tersebut.
Untuk poin nomor 1 dan 3, Andrew menyarankan untuk menggunakan akun medsos pribadi bila ingin menyampaikan belasungkawa.
Poin penting lainnya dapat ditemukan dalam tulisan Russ Shumaker, marketing expert dan copywriter di laman marketing.sfgate.com. Bagi Russ, saat terjadi bencana, kita tak selalu kembali ke "business as usual".
"Jika Anda mencoba menarik perhatian orang di saat bencana, pastikan bahwa Anda melakukan sesuatu dan bukan mencoba untuk mengeruk keuntungan dalam kemalangan orang lain," tulis Russ.
Misalnya, layanan konseling bisa menawarkan bantuan psikologi kepada keluarga korban tragedi. Contoh lainnya, perusahaan makanan mengirimkan paket bantuan untuk korban pengungsian. Kesan promosi dari bantuan memang tak terhindarkan, tetapi akan semakin absurd bila menganggap semuanya buruk.
Kembali pada topik tentang belasungkawa tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. Mengapa orang-orang sekarang menganggap postingan belasungkawa di media sosial malah dianggap sebagai bagian komersialisasi?