Ungkapan dukacita mengalir kepada korban tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan Bali. Tragedi yang menyisakan duka dan pelajaran.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah pentingnya peremajaan alutsista Indonesia. Di sisi lain, tenggelamnya KRI Nanggala 402 menyisakan pelajaran kepada lembaga, organisasi atau perusahaan dalam menyampaikan pesan belasungkawa.
Kemarin, warganet di Twitter sedang membahas postingan akun salah satu cafe dalam menyampaikan ungkapan dukacita atas tragedi KRI Nanggala 402. Sorotan bukan pada pemilihan kata atau bahasa yang digunakan, melainkan adanya dugaan bahwa postingan belasungkawa punya maksud untuk promosi usaha.
Wow! Dugaan tersebut tentu hal yang mengejutkan, terlebih ada ratusan komentar yang membahasnya. Artinya, pembacaan kritis warganet sudah sejauh itu. Mereka mampu mencari makna melampaui apa yang terlihat.
Apa pokok masalahnya? Cafe tersebut dalam ungkapan belasungkawa turut mencantumkan logo, alamat lokasi usaha, akun Instagram dan jam operasional cafe.Â
Singkatnya, postingan cafe ini dianggap hendak melakukan paparan iklan, mempromosikan pesan brand dengan memanfaatkan momentum Nanggala 402 yang saat ini menjadi perhatian banyak orang.
Sebagaimana fenomena serupa yang sudah-sudah, pembahasan tersebut menimbulkan perdebatan panjang. Ada pro dan kontra.
Saya sendiri berprasangka baik, admin atau pemilik cafe benar-benar memiliki niat tulus untuk menyampaikan ungkapan belasungkawa.Â
Mungkin manajemen cafe kurang menyadari bahwa konten dukacita memiliki batasan dan rambu-rambu yang harus diperhatikan. Pembela lainnya memberi contoh bahwa banyak brand besar juga melakukan hal serupa dalam menyampaikan pesan dukacita.Â
Akan tetapi patokan baik atau buruknya bukan merujuk brand besar. Sebab perusahaan besar sekalipun bisa tergelincir akibat muatan iklan mereka.
Masalah ini adalah bagian dari etika bisnis ketika terjadi bencana. Kondisinya sama seperti masa-masa awal pandemi.Â