Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wacana Bank Industri yang Tak Kunjung Reborn, Tantangan Industri Manufaktur Indonesia

9 Maret 2021   20:02 Diperbarui: 10 Maret 2021   02:55 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sendiri sebenarnya pernah mencicipi gurih bank industri dan bank pembangunan. Tepatnya, tahun 1951, pemerintah mendirikan Bank Industri Negara (BIN) sebagai Naamloze Venootshap (NV/Perseroan Terbatas). Bank ini khusus dibuat untuk pembiayaan industri.

Pendirian BIN sempat diwarnai perdebatan karena, sebagaimana termuat dalam penjelasan UU Darurat 5/1952 tentang Bank Industri Negara, "bank tersebut di atas tidak dapat disamakan dengan N.V. biasa, melainkan seperti telah terlihat dari namanya adalah salah satu badan negara."

Modal BIN berasal dari pemerintah dan pinjaman obligasi, berbeda dari bank umum yang menerima dana masyarakat. Sembilan tahun kemudian, BIN dilebur ke dalam Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).

Tujuan Bapindo mendukung pembangunan Indonesia. Sektor yang dibiayai adalah industri manufaktur, infrastruktur, transportasi dan pariwisata. Pembiayaan dilakukan untuk jangka menengah dan jangka panjang.

Namun, pada 1992, pembiayaan industri menemui titik akhir sejak disahkannya UU Perbankan 7/1992. 

Dalam UU tersebut, jenis bank yang dikenal adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat. Tak ada ketentuan bagi bank khusus sehingga merembet pada landasan hukum.

Pascakrisis 1998, Bapindo bersama Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor-Impor Indonesia (Bank Exim) akhirnya melebur menjadi Bank Mandiri. Kekosongan diisi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam bukunya Merajut Asa (2016) menyebutkan perubahan di sektor perbankan mempunyai dampak terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Meski terdengar sebagai bank pembangunan, keberadaannya menyerupai operasional bank komersial. Dana BPD yang merupakan dana simpanan hanya memungkinan untuk pembiayaan jangka pendek, bukan pembiayaan jangka panjang.

"Krisis perbankan juga termasuk bank khusus untuk pembangunan memang telah menimbulkan luka dalam bagi Indonesia. Efeknya masih terasa hingga saat ini." 

"Namun demikian, tidak seharusnya mis-manajemen perbankan di masa tersebut kemudian dijadikan alasan untuk menghapus keberadaan bank khusus bagi pembiayaan industri dan juga program-program strategis pembangunan," tulis Airlangga Hartarto dalam bukunya.

UU Perindustrian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun