Bahkan dalam dua dekade setelah itu ketika otomatisasi produksi menjadi lebih canggih, pertumbuhan produktivitas melambat dan bertahan dalam tren melemah dalam jangka panjang. Imbasnya adalah ketimpangan pendapatan sehingga menekan kelas menengah.
Â
Mengapa kemajuan teknologi menjadi paradoks?
Zia mengajak untuk melihat lagi keberadan teknologi pada prinsipnya ditujukan untuk mendorong produktivitas. Meningkatnya produktivitas akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun perkembangan luar biasa pada teknologi digital, menurutnya, tidak sejalan dengan pertumbuhan produktivitas yang justru melambat. Ini paradoks, bahwa teknologi digital tidak mempercepat pertumbuhan produktivitas.
Zia menyadur laporan World Bank yang menyebutkan bahwa selama periode lima tahun dari 2013-2017, produktivitas tumbuh lebih rendah dari rata-rata jangka panjang sekitar 65 persen di semua negara.
"Teknologi baru terlihat mempesona namun sejauh ini tidak memberikan dividen yang diharapkan dalam pertumbuhan produktivitas agregat yang lebih tinggi," katanya.
Hal lain yang tidak luput diperhatikannya ialah ketimpangan besar pada pendapatan yang sangat terkonsentrasi di level top end of distribution.Â
Jadi, dapat dikatakan bahwa manfaat teknologi digital belum menyebar merata dalam perekonomian sehingga tidak mendorong penuh pertumbuhan produktivitas dan distribusi pendapatan.
Dalam pandangan konvensional, kesenjangan itu ditunjukan dengan adanya gap antara mereka yang kaya (haves) dan miskin (have-nots). Â