Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pakar Vs Awam, Apakah Orang Tidak Boleh Berbicara Jika Bukan Kapasitasnya?

28 Januari 2021   16:21 Diperbarui: 29 Januari 2021   10:45 2317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang berbicara. (Foto: Pressmaster/Pexels) 

Akhir-akhir ini, ruang percakapan di dunia maya menunjukkan pergolakan tentang siapa sebenarnya yang cocok mengomentari kasus-kasus tertentu yang terjadi di sekitar kita.

Penulis mengambil contoh, pekan lalu, YouTuber Vincent Hulu menayangkan video analisis kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182. Penuturannya begitu vokal seolah memperlihatkan kecakapan dia dalam mengurai struktur masalah dan faktor penyebabnya.

Dalam penjelasannya, dia memasukkan peristiwa stall dan gaya gravitasi sebelum berkesimpulan pesawat Sriwijaya Air "bisa selamat ketika melakukan pendaratan darurat di atas air dengan posisi pesawat sama seperti ketika mendarat di atas daratan".

Sebagai pendengar, penulis merasa sukar untuk menerima penjelasan yang diceritakannya walaupun ia menyampaikan optimisme untuk keselamatan di dunia penerbangan.

Pendapatnya mudah dicerna dan dipahami, namun memiliki kekeliruan fatal dalam menjabarkan stall sebagai sebuah benda dan pengaruh gaya gravitasi.

Dia semestinya harus bersabar menyampaikan kesimpulan dengan tidak mendahului kerja tim investigasi yang saat ini terus mencari bukti-bukti lengkap untuk menyimpulkan penyebab kecelakaan pesawat.

Video tersebut akhirnya diketahui Kapten Vincent Raditya, pilot sekaligus YouTuber dunia aviasi yang membalas dengan video klarifikasi, 23 Januari 2021.

Kapten Vincent terlihat heran mendengar penjelasannya sebelum mengupas satu per satu penjelasan Vincent Hulu.

"Imbauan saya bagi kalian semua untuk tidak gampang percaya dengan orang-orang yang mengaku dirinya kompeten di bidang yang dia sendiri tidak pernah terjun," ucap Kapten Vincent sebelum memulai analisisnya atas video Kapten Vincent Hulu.

Siapakah Vincent Hulu ini? Rekam jejaknya tidak diketahui luas dalam dunia aviasi sehingga sangat diragukan untuk mengomentari teknis masalah dunia penerbangan. Kini, videonya tidak kelihatan lagi di YouTube.

Dalam contoh lain, terdapat fenomena influencer saham dari Raffi Ahmad, Ari Lasso, Kaesang Pangarep, dan Ust. Yusuf Mansyur.

Kehadiran mereka memperkenalkan saham kepada pengikutnya di media sosial, pada satu sisi bermanfaat untuk mendorong bertambahnya jumlah investor saham. Namun, timbul persoalan cukup serius ketika mereka memamerkan saham yang mereka miliki di media sosial.

Bursa Efek Indonesia (BEI) turut angkat bicara menanggapi fenomena ini.

Kompas.com, 11 Januari 2021, melaporkan Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi mengatakan fenomena influencer saham menjadi benar bila dilakukan dalam rangka mengajak dan menyadarkan masyarakat dan pengikutnya untuk berinvestasi di pasar modal.

Namun, tindakan mengajak, merekomendasikan saham tertentu yang sampai menyebut kode saham dan target harga berikutnya tanpa didasari oleh analisis (yang memumpuni), menurut Hasan, tidak benar. Tindakan tersebut dinilai tidak etis dan berpotensi ada aturan yang dilanggar.

UU Pasar Modal Nomor 8/1995 mengatur larangan terkait dengan unsur pelanggaran, penipuan, manipulasi harga, hingga potensi insider trading ataupun perdagangan orang dalam.

Pakar vs awam

Masih ada sederet contoh yang menunjukkan kegegeran orang awam dalam membincangkan isu-isu tertentu.

Semasa pandemi Covid-19, kita menemukan orang yang secara tiba-tiba terlihat sangat memahami masalah Covid-19. Orang-orang bebas untuk mengklaim obat tertentu ampuh mengobati dan mencegah Covid-19 sampai konspirasi yang membuat beberapa orang mencurigai maksud kemunculan pandemi ini. 

Dalam masa krisis sekarang, kepercayaan begitu dibutuhkan untuk menciptakan ketenangan. Karena itu, posisi pakar menjadi penting dalam memberikan pencerahan meski tidak selalu berhasil untuk meyakinkan orang agar mengikuti petunjuk yang mereka arahkan.

Lambat laun, dengan keruwetan masalah yang kian panjang, luas dan sulit diurai, muncul kesadaran untuk menghormati pendapat pakar ketimbang orang awam untuk menjelaskan duduk masalah hingga penyelesaiannya.

Di sisi lain, awam diharapkan untuk tidak berkomentar secara sembrono di luar bidang keahlian dan kemampuan karena ada dampaknya terhadap masyarakat.

Penulis sendiri sebenarnya kurang sepakat terhadap alasan bahwa ujaran si anu "dapat meresahkan masyarakat" yang harus dijadikan sorotan mengingat orang-orang zaman sekarang cukup rentan merasa tersinggung.

Di sisi lain, siapa pakar itu? Ini bisa menjadi bias ke hadapan publik. Akademisi saat ini dituntut untuk memiliki pengetahuan dari pelbagai disiplin keilmuan.

Harold Lasswell menyebut komunikasi sebagai "Who says what in which channel to whom and with what effects" (siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa)

Pengertian itu selanjutnya masuk dalam elemen komunikasi:
- komunikator (who)
- pesan (what)
- media atau sarana (channel)
- komunikan (whom)
- pengaruh atau akibat (effect)

Mungkin pembaca ketika menyimak pemaparan di atas terlebih dahulu menelaah muatan kalimat. Di sisi lain, sebagian pembaca mungkin lebih dahulu mengecek siapa sosok Harold Lasswell, apa kapasitasnya dalam menjelaskan masalah komunikasi.

Sebagai pembaca, kita memiliki kebebasan untuk menafsirkan sebelum menerima atau menolak pesan yang disampaikan. Keraguan terhadap sesuatu juga langkah awal untuk dapat mencapai kedalaman.

Manusia entah dia pakar atau awam sama-sama berjalan untuk mencapai kebebasan dari rasa sakit. Tapi, kenapa tujuan baik selalu bertentangan?

Dalam masa kritis seperti sekarang, kita dapat memahami bagaimana masing-masing pihak yang sudah berkecimpung panjang dalam bidangnya berupaya untuk mengurangi potensi kerugian yang kelak harus ditanggung.

Di sisi lain, ketegangan pakar dan awam belakangan ini dapat dilihat dari kemunculan kejadian baru yang tiba-tiba memperlihatkan perubahan luar biasa di luar taksiran pihak konservatif.

Struktur dan gagasan yang ada selama ini adalah rancangan lama yang dirawat untuk mempertahankan situasi yang ada yang tidak disiapkan dalam menangkap perubahan mendadak yang terjadi.

Penjabaran semacam ini hanya memungkinkan kepada masing-masing pihak yang secara disiplin melembagakan ide dan tujuan mereka. Ini justru menjadi bagus untuk membantu arah kemajuan lantaran dibangun dengan visi untuk keberlangsungannya dalam jangka panjang. 

Kalaupun terjadi ketegangan, akan ada satu momentum keseimbangan. Kecuali bagi orang-orang yang melakukan tindakan manipulasi untuk mencapai tujuannya, entah dia pakar atau awam, tentunya mudah untuk menemukan patahan dan ketidakkonsistenan mereka dalam membicarakan suatu tema yang sama dalam waktu bersamaan.

Namun yang utama, betapapun kita tidak suka, tidak setuju dengan pendapat orang, kita tidak memiliki kapasitas untuk melarang orang untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya, apalagi buru-buru mengatakan, "lebih baik diam bila itu bukan kompetensinya".  

Sekiranya memang ada suatu narasi yang berisiko menyesatkan, menimbulkan ancaman terhadap keselamatan publik, mungkin apa yang dialami mantan Presiden AS Donald Trump adalah contoh menarik.

Cukuplah untuk membatasi penyebaran kontennya dari saluran yang ada, sementara Donald Trump masih bisa menyampaikan pendapatnya di media lain.

Moderasi konten sangat penting walaupun perusahaan media sosial agaknya belum mampu melakukannya maksimal kecuali kita sebagai pengguna harus aktif melaporkan kepada mereka mana konten bermasalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun