Dalam contoh lain, terdapat fenomena influencer saham dari Raffi Ahmad, Ari Lasso, Kaesang Pangarep, dan Ust. Yusuf Mansyur.
Kehadiran mereka memperkenalkan saham kepada pengikutnya di media sosial, pada satu sisi bermanfaat untuk mendorong bertambahnya jumlah investor saham. Namun, timbul persoalan cukup serius ketika mereka memamerkan saham yang mereka miliki di media sosial.
Bursa Efek Indonesia (BEI) turut angkat bicara menanggapi fenomena ini.
Kompas.com, 11 Januari 2021, melaporkan Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi mengatakan fenomena influencer saham menjadi benar bila dilakukan dalam rangka mengajak dan menyadarkan masyarakat dan pengikutnya untuk berinvestasi di pasar modal.
Namun, tindakan mengajak, merekomendasikan saham tertentu yang sampai menyebut kode saham dan target harga berikutnya tanpa didasari oleh analisis (yang memumpuni), menurut Hasan, tidak benar. Tindakan tersebut dinilai tidak etis dan berpotensi ada aturan yang dilanggar.
UU Pasar Modal Nomor 8/1995 mengatur larangan terkait dengan unsur pelanggaran, penipuan, manipulasi harga, hingga potensi insider trading ataupun perdagangan orang dalam.
Masih ada sederet contoh yang menunjukkan kegegeran orang awam dalam membincangkan isu-isu tertentu.
Semasa pandemi Covid-19, kita menemukan orang yang secara tiba-tiba terlihat sangat memahami masalah Covid-19. Orang-orang bebas untuk mengklaim obat tertentu ampuh mengobati dan mencegah Covid-19 sampai konspirasi yang membuat beberapa orang mencurigai maksud kemunculan pandemi ini.Â
Dalam masa krisis sekarang, kepercayaan begitu dibutuhkan untuk menciptakan ketenangan. Karena itu, posisi pakar menjadi penting dalam memberikan pencerahan meski tidak selalu berhasil untuk meyakinkan orang agar mengikuti petunjuk yang mereka arahkan.
Lambat laun, dengan keruwetan masalah yang kian panjang, luas dan sulit diurai, muncul kesadaran untuk menghormati pendapat pakar ketimbang orang awam untuk menjelaskan duduk masalah hingga penyelesaiannya.