Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Seperti Indonesia, Industri Baja Amerika Juga Mengadu ke Joe Biden Soal Ancaman Baja Impor

26 Januari 2021   17:13 Diperbarui: 26 Januari 2021   20:33 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden AS Joe Biden. (Foto: Twitter/POTUS)

SEJAK tiga tahun terakhir, industri baja dunia menghadapi bermacam tantangan, dari perang dagang AS-China yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan pandemi Covid-19 yang memunculkan krisis kelebihan kapasitas baja global.

Saat pandemi Covid-19, permintaan menurun sementara negara-negara produsen baja terus melakukan produksi. Ini kelihatan anomali.

Kontan.co.id melaporkan, pada tahun 2021, China diprediksi akan lebih ekspansif dengan produksi baja yang diperkirakan mencapai 1.068 juta ton, naik dari produksi tahun 2020 yang diprediksi 1.045 juta ton. 

Khawatirnya, harga produk baja China bakal murah karena mendapat sokongan pemerintahnya dan dapat membanjiri pasar Asia Pasifik. China menyumbang 92,6 juta ton produksi baja kasar dunia atau 59,2 dari produksi dunia pada September 2020, mengutip data Worldsteel dilansir The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA.

Pemerintah China memberikan bermacam jenis subsidi kepada produsen baja beberapa di antaranya energy subsidies dan tax rebate yang membuat produk baja mereka menjadi kompetitif. 

Krisis kelebihan kapasitas baja global ini mencemaskan industri baja Indonesia. Pekan lalu, perusahaan baja lokal menyerukan supaya pemerintah melakukan perpanjangan safeguard untuk produk impor baja dari China khususnya I-H beam section yang habis pada 2021 ini. Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan adanya ancaman 100.000 PHK bila industri baja gulung tikar imbas serbuan baja impor. 

Dalam beberapa tahun terakhir, industri baja Indonesia di sektor hilir merasa tekanan hebat ditandai dengan rendahnya tingkat utilisasi di bawah 50 persen akibat pasar domestik diisi produk impor China. 

Tahun lalu, Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia IISIA Silmy Karim mengatakan dampak baja impor di sektor hilir telah membuat 7 pabrik baja tutup, mengutip Tirto. 

Karena itu kebijakan tindakan perlindungan (trade remedies) sangat dibutuhkan produsen baja nasional dan sudah berkali-kali disuarakan dalam banyak pemberitaan. 

Untuk diketahui industri baja adalah mother of industry karena banyak digunakan di sektor infrastruktur, otomotif, kemasan makanan dan minuman, energi, kelistrikan, galangan kapal, transportasi dan lain-lain sehingga memberi multiplier effect terutama penyerapan tenaga kerja. 

Kembali ke krisis kelebihan kapasitas baja global. Persoalan ini sudah menjadi atensi negara ASEAN.

Tanggal 22 Oktober 2020, forum ASEAN Iron & Steel Council (AISC) SEAISI yang mewadahi asosiasi industri besi dan baja Asia Tenggara menyampaikan pernyataan bersama menyikapi krisis kelebihan kapasitas baja global. Sebagai informasi, Silmy Karim adalah Wakil Presiden AISC.

Mengutip laporan IISIA, Global Forum for Steel Excess Capacity (GFSEC) memperkirakan kelebihan kapasitas baja global mencapai 606 juta ton dan akan "terus memburuk sebagai akibat investasi yang dilakukan oleh produsen baja Tiongkok, baik investasi domestik maupun di negara lain, yang mendapatkan dukungan dari pemerintah Tiongkok."

Salah satu seruan AISC menyinggung masalah importasi produk baja. Mereka meminta pemerintah ASEAN mengkaji ulang kebijakan importasi besi baja. 

Selain itu, industri pengguna baja diharapkan dapat memberi contoh dengan menggunakan produk baja lokal sepanjang isu kualitas, harga dan pengiriman tidak menjadi kendala. Dengan kata lain, isu masalah importasi baja sudah menjadi tantangan ke banyak negara selain Indonesia.

Industri Baja Amerika ingatkan Biden soal kebijakan tarif baja dan aluminium semasa Trump

Sama seperti Indonesia, produsen baja Amerika Serikat juga sama was-wasnya atas krisis kelebihan kapasitas baja global dan importasi produk baja yang masuk ke pasar domestik mereka.

Karena itu, pada 11 Januari 2021, produsen baja Amerika mengeluarkan pernyataan bersama yang meminta Presiden Joe Biden melanjutkan kebijakan tarif dan kuota impor baja dan aluminium semasa pemerintahan Donald Trump.

Mereka yang memberikan pernyataan itu antara lain American Iron and Steel Institute (AISI), Steel Manufacturers Association (SMA), The United Steelworkers Union (USW), The Committee on Pipe and Tube Imports (CPTI) and American Institute of Steel Construction (AISC)

Untuk diketahui, kebijakan tarif dan kuota impor baja dan aluminium berlaku pada 2018 silam semasa Presiden Donald Trump. Tarif baja impor mencapai 25 persen, sedangkan aluminium mencapai 10 persen.

Mereka mengatakan bahwa "kelanjutan tarif dan kuota menjadi penting untuk memastikan kelangsungan industri baja lokal dalam menghadapi kelebihan kapasitas baja yang masif dan terus meningkat."

Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan menurun signifikan sehingga memaksa terjadinya PHK di sana. Dalam masa pemulihan sekarang, produsen baja Amerika mengatakan tetap sangat rentan terhadap lonjakan impor tahun ini.

"Tahun lalu, OECD memproyeksikan kelebihan kapasitas baja dapat tumbuh menjadi 700 juta ton pada tahun 2020, delapan kali total output baja Amerika Serikat tahun lalu."

"Cina, Vietnam dan Turki terus meningkatkan produksi baja meskipun pandemi telah menyebabkan permintaan baja menurun di seluruh dunia. Sementara Korea, Rusia, Ukraina dan Indonesia terus mengekspor baja mereka dalam jumlah besar dan terus meningkatkan pangsa produksi mereka ke pasar lain," bunyi petikan keterangan bersama asosiasi industri baja Amerika sebagaimana dikutip dari laman web resmi American Iron and Steel Institute.

Joe Biden sebelumnya pernah mengutarakan kepada United Steelworkers pada Mei lalu bahwa dirinya akan mempertahankan tarif baja dan aluminium Donald Trump sampai kelebihan kapasitas produksi dapat menemukan solusi, mengutip JakartaPost melansir Reuters.

Produsen besi dan baja AS dapat sedikit tersenyum ketika Joe Biden pada hari ini, 26 Januari 2021, mengeluarkan executive order Buy America dan program pengaadan domestik federal.

Presiden Steel Manufacturers Association Philip K Bell dalam keterangannya mengatakan, penguatan Buy America dapat memastikan lebih banyak pengeluaran federal untuk produk-produk buatan Amerika. "Infrastruktur negara kita harus dibangun oleh orang Amerika dan untuk orang Amerika dengan menggunakan baja lokal yang diproduksi secara berkelanjutan. Komitmen Presiden Joe Biden adalah tujuannya," kata Philip K Bell. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun