Kembali ke krisis kelebihan kapasitas baja global. Persoalan ini sudah menjadi atensi negara ASEAN.
Tanggal 22 Oktober 2020, forum ASEAN Iron & Steel Council (AISC) SEAISIÂ yang mewadahi asosiasi industri besi dan baja Asia Tenggara menyampaikan pernyataan bersama menyikapi krisis kelebihan kapasitas baja global. Sebagai informasi, Silmy Karim adalah Wakil Presiden AISC.
Mengutip laporan IISIA, Global Forum for Steel Excess Capacity (GFSEC) memperkirakan kelebihan kapasitas baja global mencapai 606 juta ton dan akan "terus memburuk sebagai akibat investasi yang dilakukan oleh produsen baja Tiongkok, baik investasi domestik maupun di negara lain, yang mendapatkan dukungan dari pemerintah Tiongkok."
Salah satu seruan AISC menyinggung masalah importasi produk baja. Mereka meminta pemerintah ASEAN mengkaji ulang kebijakan importasi besi baja.Â
Selain itu, industri pengguna baja diharapkan dapat memberi contoh dengan menggunakan produk baja lokal sepanjang isu kualitas, harga dan pengiriman tidak menjadi kendala. Dengan kata lain, isu masalah importasi baja sudah menjadi tantangan ke banyak negara selain Indonesia.
Industri Baja Amerika ingatkan Biden soal kebijakan tarif baja dan aluminium semasa Trump
Sama seperti Indonesia, produsen baja Amerika Serikat juga sama was-wasnya atas krisis kelebihan kapasitas baja global dan importasi produk baja yang masuk ke pasar domestik mereka.
Karena itu, pada 11 Januari 2021, produsen baja Amerika mengeluarkan pernyataan bersama yang meminta Presiden Joe Biden melanjutkan kebijakan tarif dan kuota impor baja dan aluminium semasa pemerintahan Donald Trump.
Mereka yang memberikan pernyataan itu antara lain American Iron and Steel Institute (AISI), Steel Manufacturers Association (SMA), The United Steelworkers Union (USW), The Committee on Pipe and Tube Imports (CPTI) and American Institute of Steel Construction (AISC)
Untuk diketahui, kebijakan tarif dan kuota impor baja dan aluminium berlaku pada 2018 silam semasa Presiden Donald Trump. Tarif baja impor mencapai 25 persen, sedangkan aluminium mencapai 10 persen.
Mereka mengatakan bahwa "kelanjutan tarif dan kuota menjadi penting untuk memastikan kelangsungan industri baja lokal dalam menghadapi kelebihan kapasitas baja yang masif dan terus meningkat."