Prancis negara di barat Eropa ini tidak luput dalam menerima tekanan hebat pandemi Covid-19. Secara keseluruhan, total kasus Covid-19 telah mencapai 2,9 juta kasus.
Masa puncak pada bulan November lalu telah dilewati yang berangsur-angsur membawa Prancis masuk ke dalam masa pemulihan.Â
Namun, secara bersamaan pada hari ini, mereka harus mengantisipasi serangan terbaru virus mutasi corona dari negara tetangga, Inggris. Dan ancaman penyebaran virus mutasi corona itu telah menambah tingkat antisipasi di Uni Eropa.
Pelaksanaan vaksinasi adalah satu upaya untuk meredakan pandemi Covid-19. Di Prancis, vaksinasi ini diharapkan dapat diberikan kepada 1,3 juta orang mulai akhir Januari ini, kata Menteri Kesehatan Olivier Veran mengutip RFI.
Secara bertahap, jumlah orang yang divaksinasi ditargetkan dapat meningkat pada Juni sampai akhirnya nanti dapat mencakup 70 juta orang pada Agustus, yang artinya mencapai keseluruhan populasi di sana.
Untuk saat ini, rakyat Prancis harus bersabar lebih kuat. Sebagai antisipasi serangan virus mutasi corona yang memiliki tingkat penularan lebih cepat, Prancis kembali memberlakukan masa kurungan ketiga. Jam malam diberlakukan sampai pukul 6 sore.
Pengurungan itu berarti pukulan lagi kepada masyarakat untuk menghadapi situasi pahit.Â
Tidak kurang kepada para mahasiswa di sana. Mereka merasa kejenuhan dalam mengikuti kuliah jarak jauh secara daring. Era digitalisasi yang semestinya memudahkan aktivitas mereka ternyata dapat membelit mereka dalam kesepian akut.
Saya kemarin menghubungi teman korespondensi, Julie mahasiswa Universitas Lyon, untuk menanyakan kehidupan mahasiswa di sana semasa pandemi.
Tanggapannya menyentak saya. Mahasiswa menghadapi cukup banyak kesulitan lain di luar masalah kesehatan akibat pandemi Covid-19.
Finansial mereka sangat mengempis. Ia mencontohkan sebagian mahasiswa tidak mampu lagi membayar sewa tinggal mereka.
Beban hidup yang ditanggung mahasiswa tidak sepadan. Uang sewa apartemen untuk mereka tinggali rata-rata sebesar 600 Euro per bulan.Â
Nominal ini jauh lebih tinggi dibanding bantuan saku sebesar 150 Euro yang diterima penerima beasiswa pada Desember lalu.
Kesulitan keuangan ini menyebabkan beberapa mahasiswa terpaksa berhenti kuliah. "Depresi meningkat tajam," kata Julie.
Masalah kesehatan mental senyata-nyatanya telah menyergap mahasiswa.
Percobaan bunuh diri dilaporkan dua kali terjadi di Lyon dengan kasus terakhir pada 9 Januari 2021. Tragedi tersebut memukul batin mahasiswa. Itu tidak boleh lagi terulang kepada mereka.
Media sosial merupakan tempat mereka untuk menyampaikan keluh kesah dan getir kehidupan selama pandemi Covid-19.Â
Puncaknya, para mahasiswa kompak menggelar aksi pada 21 Januari kemarin.
Pengumuman rencana aksi disampaikan di Facebook. Titik kumpul dipusatkan di rektorat Universitas Jean Moulin Lyon 3.
Saat aksi digelar, Media 20Minutes melaporkan setidaknya kelompok mahasiswa yang berkumpul sebanyak 2.000 orang.
"Kami benar-benar generasi yang dikorbankan," kata Racha, mahasiswa hukum dan ilmu politik yang ikut turun mengikuti aksi.
Para mahasiswa ini mengajukan tuntutan: peningkatan jumlah beasiswa dan pengembangan sistem dukungan psikologis. Dan yang terpenting, mereka ingin kuliah tatap muka diberlakukan kembali.
Diam-diam, ternyata ada kemangkelan di antara mereka dalam beberapa waktu terakhir ketika pemerintah memperbolehkan sejumlah toko membuka gerainya, sementara universitas ditutup.
Selain di Lyon, aksi mahasiswa terendus juga di kota lainnya.
Sehari sebelumnya, ratusan mahasiwa berdemonstrasi di Paris dengan menagih tanggung jawab pemerintah menanggapi kondisi hidup mereka di tengah krisis pandemi Covid-19, laporan Le Parisien.
Mereka menyerukan tuntutan yang sama dengan mahasiswa Lyon: perkuliahan tatap muka harus diterapkan kembali dengan protokol kesehatan yang ketat.
"Tekanan psikologis, perasaan ditinggalkan, kesepian, kesulitan keuangan," tulis Le Parisien melaporkan beberapa kondisi mahasiswa akibat perkuliahan jarak jauh selama pandemi Covid-19.
Suara mahasiswa ini terdengar ke telinga Presiden Prancis Emmanuel Macron. Rencana pertemuan disiapkan.
Pada Kamis, 21 Januari 2021, Macron akhirnya menjumpai perwakilan mahasiwa untuk mendengar dan menanggapi keberatan mereka.
Lokasi pertemuan bertempat di Universitas Paris-Saclay. Di sana, Macron duduk bersebelahan di antara mahasiswa yang berjarak di kiri dan kanannya. Protokol kesehatan diterapkan.
Bagai makan buah simalakama. Tidak mudah menentukan pilihan antara memberlakukan kuliah tatap muka (offline) atau mempertahankan kuliha jarak jauh (online).
Kuliah tatap muka sebagaimana diajukan mahasiswa tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat mengingat resiko penyebaran pandemi Covid-19.
Namun, bila mahasiswa harus dipaksa untuk kembali mengurung diri, ini sama saja mengembalikan mereka masuk ke dalam lubang maut yang sama menghadapi masalah kesehatan mental.
Angin segar itu akhirnya tiba. Selalu ada jalan untuk menyelesaikan masalah.
Macron menyampaikan mahasiswa memiliki hak untuk bertemu sehari dalam sepekan, meski penerapannya nanti cukup sulit.
"Yang saya inginkan, aturannya harus dibuat sederhana, itu akan disiapkan bersama pihak universitas," kata Macron.
Kuliah tatap muka juga diperkirakan belum dapat disiapkan pada semester kedua. Kemungkinan mahasiswa dapat melaksankan kegiatan tatap muka bersama dosennya secara normal pada tahun depan.
Solusi lainnya, kemungkinan pada akhir bulan, semua mahasiswa non-beasiswa dan internasional bisa memperoleh akses menyantap makanan dua kali dalam sehari seharga satu Euro di kantin kampus.
Dan pada awal Februari, mereka yang membutuhkan layanan cek psikologi akan dibantu agar mudah mengakses layanan kepada psikiater dan psikolog. Mekanismenya bagaimana, ini sedang digodok.
"Kecemaasan mahasiswa seharusnya tidak menjadi hal tabu," kata Presiden Macron dikutip dari Ouest France.
Kecemasan itu adalah kondisi yang dapat muncul dalam waktu-waktu tidak terduga bagi tiap manusia.Â
Di Indonesia, kuliah jarak jauh secara daring akan tetap berlangsung, terlebih pemerintah memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari 26 Januari sampai 8 Februari 2021.
Di antara persoalan yang saat ini diprioritaskan, masalah kesehatan mental tidak sekurang-kurangnya harus menjadi perhatian bersama. Â Â
Tegar bagai karang pun tidak selalu sekokoh kenyataan yang sebenarnya. Inilah pelajaran kepada kita di mana jawabannya mesti digerakkan oleh nurani dari detik ke detik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H