Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tahu, Tempe, Kedelai, Konsumen, Importir, Pemerintah, Pengrajin, Petani, China, Amerika Serikat

3 Januari 2021   02:51 Diperbarui: 3 Januari 2021   02:54 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Perdagangan mengeluarkan pernyataan menanggapi masalah kenaikan harga tahu dan tempe di pelbagai daerah di Indonesia, 31 Desember 2020.

Eksistensi tahu dan tempe ini sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku kacang kedelai. 

Pada November lalu, kedelai impor di tingkat pengrajin berada di harga Rp9.000/kg, namun naik menjadi Rp9.300---9.500/kg pada Desember 2020 atau sekitar 3,33---5,56 persen.

Itu soal harga. Stoknya bagaimana? Aman.

Dalam rilisnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto menegaskan, stok kedelai cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional.

Kebutuhan kedelai per bulan untuk Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) sebanyak 150.000---160.000 ton per bulan.

Stok kedelai di Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) saat ini sekitar 450.000 ton.

Dengan kata lain, stok kedelai mencukupi untuk memenuhi kebutuhan 2---3 bulan mendatang.

Sekilas ini kabar menggembirakan, tetapi sebenarnya tidak menjelaskan bagaimana langkah penyelesaian kepada pengrajin.

Toh, faktanya harga kedelai melambung tinggi yang berimbas ke kenaikan harga tahu tempe. Beberapa produsen tahu dan tempe mogok produksi dari 1 sampai 3 Januari 2021, laporan Kompas.com.

Tetapi, kita baru memasuki awal tahun 2021, tidak boleh pesimis.

Katakanlah, harga kedelai normal 2-3 bulan ke depan sampai bulan Maret 2021. Ukuran tahu dan tempe akhirnya kembali mengembang besar untuk disantap konsumen.

Tetapi, ini agaknya sekadar obat pereda gejala. 

Selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah ketersediaan di bulan April. Bagaimana jaminan stok dan harganya?

Ada yang mengatakan, berdayakan petani untuk memenuhi kebutuhan kacang kedelai dalam negeri alias swasembada. Ini jawaban ideal, tapi tidak realistis.

Indonesia bukan penghasil besar kacang kedelai. Memang dahulu pernah swasembada kedelai.

Tahun ini, Indonesia hanya memproduksi kira-kira 320.000 ribu ton kedelai, laporan Kompas.com.

Jumlahnya sangat sedikit dibanding kebutuhan nasional per tahun mencapai 2,5 juta ton.

Belum lagi ketika membaca laporan Tempo.co yang mewawancara pejabat Kementerian Pertanian perihal minat petani untuk menanam kedelai.

Kepala Sub-Direktorat Serelia, Kementerian Pertanian, Mulyono, mengatakan minat petani menanam kedelai semakin berkurang karena harga jual panen di tingkat petani sangat rendah.

Kekurangan kedelai selama ini dicukupkan dengan jalan mengimpor dari negara penghasil kedelai terbesar, salah satunya adalah Amerika Serikat.

Kenyataannya, pemburu kedelai AS bukan saja dari Indonesia. Ada China. Dan ternyata, pada Desember 2020, China sudah memborong banyak kedelai dari AS, naik dua kali lipat menjadi 30 juta ton.

Ini yang kemudian disinyalir menyebabkan kenaikan harga kedelai.

Jadi, kita harus mencari negara importir baru untuk mencukupi ketersediaan kedelai dalam waktu ke depan. Repotnya begini jika ketergantungan bahan pangan pada negara impor.

Dalam kondisi kelangkaan, harga akan merangkak, sesederhana teori dasar soal penawaran dan permintaan.

Teori dasar yang bertahun-tahun untuk menghantui kecurigaan masyarakat kepada importir

Tahu dan tempe ini panganan rakyat karena harganya bersahabat di kantong, tetapi kandungan proteinnya luar biasa.

Makanya, kenaikan harga merupakan sesuatu yang sangat tidak diharapkan baik produsen maupun konsumen.

Setahu dan seingatku, tahu dan tempe tidak memiliki harga acuan seperti harga daging ayam. 

Jadi, memperkecil ukuran tahu dan tempe adalah pilihan yang tepat supaya harga jual kepada konsumen terjangkau.

Eh, biarpun ukurannya kecil dan harganya murah meriah, saat terjadi kenaikan harga, yang dipikirkan menjadi luas dan banyak: konsumen, importir, pengrajin, petani, Amerika Serikat. 

Tetapi, pengrajin tahu dan tempe harus utama dan dipertahankan. 

Lucu ngga sih, kita sering makan tahu dan tempe namun diam-diam menyerahkan nasib pengrajin itu ke mekanisme pasar?

Daripada menyalahkan yang bukan-bukan, ada baiknya kita mengawali tahun 2021 dengan berdoa. 

Kita mendoakan semoga AS dalam beberapa bulan ke depan tidak dilanda kekeringan. Semoga juga nilai tukar rupiah tetap menguat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun